BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dari
sekian banyak tanaman kacang-kacangan di Indonesia, salah satu jenis yang
sangat populer di Indonesia adalah kacang hijau (Vigna radiate). Kacang hijau telah lama dikenal dan berkembang di
Indonesia, antara lain sebagai bahan pangan (tauge, kue, bubur, dan lain-lain).
Namun demikian sampai dengan saat ini kacang hijau masih banyak diusahakan
sebagai usaha tani sampingan atau tambahan diluar usaha tani utama, seperti
padi.
Kacang
hijau merupakan salah satu prioritas pengembangan dan peningkataan produksi
disamping komoditas pangan lainnya. Prospek pengembangan kacang hijau cukup
bagus, mengingat permintaan yang hampir selalu meningkat setiap tahun kecuali
pada tiga tahun tertentu (1991, 1994, 1997) yang pertumbuhannya negatif. Untuk
memenuhi kebutuhan kacang hijau dalam negeri, setiap tahun pemerintah Indonesia
harus mengimpor kacang hijau sejumlah 309 - 73.191 ton per-tahun. Sementara
produksi kacang hijau yang dihasilkan secara nasional baru mencapai sekitar
237.447 357.991 ton per-tahun (Pinem,
2000).
Beberapa
upaya diprogramkan oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi kacang hijau
secara nasional, antara lain melalui peningkatan produktivitas dan perluasan
areal tanam. Namun demikian banyak hal teknis yang dihadapi dalam upaya
meningkatkan produktivitas kacang hijau. Salah satu resiko yang dihadapi dalam
peningkatkan produktivitas kacang hijau adalah gangguan organism pengganggu
tumbuhan (OPT). Beberapa jenis OPT yang telah dikenal menyerang kacang hijau
antara lain thrips, perusak daun, perusak polong, dan berbagai pathogen
penyakit.
Kedua
program peningkatkan produktivitas kacang hijau yang disebutkan dimuka sangat
terkait erat dengan resiko peningkatan gangguan OPT. Peningkatkan produktivitas
dimungkinkan dengan berbagai peningkatan masukan yang dapat menimbulkan
peningkatan serangan OPT. Begitu pula, perluasan areal tanam yang antara lain
dalam bentuk peningkatan indeks pertanaman (IP) dan penanaman di areal baru,
akan berdampak pula pada peningkatan gangguan OPT.
Sementara
itu dilain pihak, kemampuan teknis petugas lapang (termasuk mahasiswa) dalam
memfasilitasi dan membimbing petani untuk mengatasi gangguan OPT terbatas.
Untuk itu bagi para petugas lapangan diperlukan adanya bahan informasi yang
dapat dijadikan sebagai pedoman atau acuan dalam pengendaian OPT.
Atas
dasar hal diatas, maka dibuatlah makalah Pengendalian Hama Terpadu pada Kacang
Hijau ini. Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai bahan acuan
untukmembimbing dan menfasilitasi pengendalian OPT yang dilakukan oleh petani.
1.2
Tujuan
Tujuan
dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai bahan informasi dalam pengendalian hama yang tepat pada budidaya tanaman kacang hijau.
BAB II
ISI
2.1
Budidaya
Tanaman Kacang hijau
2.1.1
Taksonomi Kacang Hijau
Taksonomi tanaman kacang hijau(Vigna radiata) adalah sebagai berikut:
§ Kingdom : Plant Kingdom
§ Divisio : Sprmatophyta
§ Subdivisio : Angiospermae
§ Class : Dycotyledonae
§ Ordo : Polypetalae
§ Famili : Papilionidae
§ Subfamili : Leguminosae
§ Genus : Vigna
§ Spesies : Vigna radiata
|
Gambar 1. Tanaman kacang hijau yang baru berkecambah |
Selain
Vigna radiata, terdapat beberapa
spesies dari genus Vigna, yaitu V.
aconitifilia Jacq, V. angularis (Willd) atau P. angularis (Willd), V. trilobata (L.) Verdc. Atau P. trilobatus (L.) Schreb., V.
umbellata (Thunb.) atau P. calcaratus
Roxb., V. mungo (L.) Hepper atau P. mungo L.
Dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, saat ini terdapat lebih dari 2000
jenis tanaman kacang hijau yang berhasil dibudidayakan yang tersebar luas
dibeberapanegara seperti : Thailand, Birma, Srilangka, Indonesia, Philipina,
beberapa Negara di Afrika, Amerika dan Australia (Kay, 1977; Lawn dan Ahn,
1985; Purseglove, 1977 dalam Trustinah, 1991).
2.1.2
Morfologi Kacang Hijau
Trustinah
(1991) mengidentifikasi bahwa morfologi kacang hijau adalah sebagai berikut:
tanaman kacang hijau merupakan tanaman semusim dengan tinggi tanaman berkisar
antara 30-130 cm dan tipe pertumbuhannya dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu
tipe determinit dan semi determinit.
- Tipe
determinit, adalah tipe tanaman yang ujung batangnya
tidak melilit, pembungaannya singkat, serempak, dan pertumbuhan
vegetatifnya berhenti setelah tanaman berbunga. Contohnya adalah varietas
Merak dan Walet.
- Tipe
indeterminit (semi determinit), adalah tipe
tanaman yang ujung batangnya melilit, pembungaan berangsur-angsur dari
pangkal kebagian pucuk dan pertumbuhan vegetatif terus berlanjut setelah
berbunga. Contohnya adalah varietas Arta Ijo dan Siwalik.
System
perakaran kacang hijau dibedakan menjadi dua (2), yaitu:
- Mesophytes,
adalah pada sistem perakarannya mempunyai banyak akar cabang pada
permukaan tanah dan pada umumnya menyebar.
- Xesophytes,
adalah pada sistem perakarannya mempunyai banyak akar cabang yang lebih
sedikit dan memanjang kearah bawah dan akar tunggang lebih panjang.
Tanaman
kacang hijau memiliki batang yang berbentuk bulat dan berbuku-buku. Pada tiap
buku menghasilkan satu tangkai daun, kecuali pada daun pertama berupa sepasang
daun yang berhadapan dan masing-masing berupa daun tunggal dan bertangkai
biasanya disebut dengan epikotil.
Pada
batang utama terdapat beberapa ccabang yang muncul dari buku bagian bawah.
Batang dan cabang tersebut biasanya berwarna hijau muda, hiajau tua, ungu muda
atau ungu tua. Bunga terdapat pada batang utama atau pada cabang. Jumlah buku
subur pada setiap tanaman dapat mencapai 5-8 buku subur, dan buku subur pertama
biasanya terdapat pada buku ke-5 atau ke-6.
Tanaman
kacang hijau memiliki daun yang letaknya berseling (alternate) dan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
- Daun
pertama (“primary leaves”), merupakan dua daun tunggal yang letaknya
berhadap-adapan pada daun utama. Daun pertama ini berbentuk oval (ovate) atau agak lancip (lanceolate). Panjang daun pertama
dapat berukuran pendek (1,8 - 2,0 cm), sedang (2,4 - 2,6 cm) dan panjang
(3,0 - 3,3 cm). lebar daun pertama dapat sempit (0,3 - 0,4 cm), sedang
(0,7 - 0,8 cm) dan lebar (1,1 - 1,2 cm).
- Daun
terminal adalah yang tumbuh diatas daun pertama. Semua daun terminal
memiliki 3 helaian daun (trifoliate)
dan 5 helaian daun (pentafoliate)
yang berbentuk oval, agak lancip atau seperti hati. Warna daun kacang
hijau bermacam-macam yaitu hijau muda, hijau atau hijau tua.
Bunga
merupakan bagian yang sangat penting karena didalamnya terjadi prose
penyerbukan dan pembuahan yang dapat menghasilkan biji. Tanaman kacang hijau
merupakan tanaman yang mengalami penyerbukan sendiri (“self pollination”)
Tanaman
kacang hijau mulai menghasilkan bunga pada minggu ke-6 atau minggu ke-8 setelah
tanam. Bunga tersususn dalam bentuk tandan (raceme)
pada bagian atas dari tangkai bunga, daun masing-masing tandan mempunyai 1-20
bunga. Bunga bersifat “cleistogamy” yaitu bunga akan mekar setelah terjadi
penyerbukan.
Periode
pembungaan dibedakan menjadi:
- Ansynchronous,
adalah pembungaan yang tidak serempak dan lama pembungaanya antara 21-35
hari.
- Intermediate,
dengan lama pembungaanya antara 21-25 hari.
Penyerbukan
pada kacang hijau terjadi malam hari, dimana kepala sari (anther) mmulai pecah
sekitar pukul 21.00 dan terbuka sempurna pada pukul 24.00. Bunga kacang hijau
akan mekar pagi eesokan harinya dan layu pada siang harinya.
Buah
(polong) kacang hijau berbentuk bulat silindris atau pipih dengan ujung runcing
atau tumpul. Polong muda berrwarna hijau kelam atau hijau tua, dan setelah tua
polong berwarna hitam atau coklat jerami dengan panjang antara 6-15 cm.
polong-polong tersebut memiliki rambut pendek dan berisi 10-15 biji.
Biji
kacang hijau berbentuk bulat dan pada umumnya lebih kecil dibandingkan dengan
biji kacang-kacang lainnya. Biji kacang hijau berwarna hijau,coklat,kuning atau
hitam dan hiliumnya ada yang cekung atau tidak cekung.
2.1.3
Fase Pertumbuhan Kacang Hijau
Fase
pertumbuhan tanaman kacang hijau terdiri dari fase vegetatif dan fase
reproduktif. Pada fase vegetatif dan fase reproduktif masing-masing mengalami
beberapa tahap/stadia tumbuh.
Fase
pertumbuhan kacang hijau terdiri fase vegetatif dan reproduktif. Fase vegetatif
terjadi pada umur 0 - 35 hst dan selebihnya adalah fase reproduktif. Fase
vegetatif dimulai dari perkecamah, pertambahan jumlah daun, peningkatan tinggi
tanaman yang diikuti dengan pertambahan jumlah buku dan peningkatan berat
tanaman. Sedangkan masa reproduktif dimulai timbulnya bunga sampai panen.
2.1.4
Lingkungan Pertumbuhan Kacang Hijau
Beberapa
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kacang hijau antara lain varietas, suhu,
curah hujan, lama penyinaran, tinggi tempat, keadaan tanah dan cara
budidayanya. Kacang hijau tumbuh baik didaerah iklim tropis pada suhu sekitar
28 -30 0C. Curah hujan optimal untuk pertumbuhan kacang hijau
sekitar antara 700 - 900 mm/tahun. Walaupun demikian kacang hijjau masih dapat
tumbuh dengan memanfaatkan kelembaban tanah dan air tanah sebelumnya, sehingga
kacang hijau dikenal dengan tanaman yang toleran terhadap kekeringan. Kacang
hijau dapat tuumbuh pada daerah dataran rendah sampai pada ketinggian 800 m
dpl.
Kacang
hijau dapat hidup pada berbagai jenis tanah,terutama pada tanah yang
gumbur,memiliki drainnase baik,mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi dan
memiliki pH 5,5 -6,5. Walaupun demikian kacang hijau masih dapat pula tumbuh
pada tanah yang agak masam berstuktur lempung, tanah alkalis maupun salin.
2.2 Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
2.2.1
Pengertian PHT
Dalam
Undang-undang No. 12/1992 tentang Sitem Budidaya Tanaman, ditetapkan bahwa
dalam pengendalian OPT atau perlindungan Tanaman digunakan system pengendalian
hama terpadu (PHT). Dalam penjelasan penjelasan undang-undang tersebut, PHT
diberi pengertian sebagai: upaya
pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan
dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang
dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara
ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam sistem ini, pestisida merupakan
alternatif terakhir. Pengendalian organism pengganggu tumbuhan bersifat
dinamis.
Dalam
pelaksanaannya juga ditetapkan bahwa pengendalian OPT menjadi tanggung jawab
masyarakat dan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini lebih berperan dalam
memfasilitasi pengendalian yang dilakukan oleh petani. Pemerintah berkewajiban
menyampaikan informasi/ penyuluhan, memfasilitasi agar sarana yang diperlukan
mudah diperoleh dengan mutu yang baik dan harga wajar,
menetapkankebijakan-kebijakan yang mendukung, dan dapat memberikan bantuan
apabila terjadi eksplosi serangan dan atau pengendalian sumber serangan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
Dalam
penerapan PHT mengacu kepada empat prinsip, yaitu: 1). budidaya tanaman sehat,
2). Pelestarian musuh alami, 3). Pemantauan ekosistem secara teratur, dan 4).
Petani sebagai penentu keputusan pengendalian atau sebagai ahli PHT.
Budidaya
tanaman sehat menjadi bagian yang penting dalam pengelolaan OPT, karena tanaman
yang sehat cenderung mempunyai ketahanan ekologis yang lebih tinggi. Musuh
alami sebagai salah satu unsur pengendalian alamiah harus dikelola,
dimamfaatkan dan dilestarikan keberadaannya sehingga mampu berperan secara
optimal. Prinsip bahwa OPT dan musuh alami merupakan bagian integral dari
ekosistem pertanian menjadi landasan pelaksanaan PHT. Musuh alami berfungsi dalam mengatur
keberadaan populasi OPT sehingga selalu berada pada tingkat yang secara
relative stabil dan tidak menimbulkan kerusakan yang menyebabkan kerugian
ekonomi.
Untuk
memantau perkembangan populasi OPT, musuh alami dan perkembangan unsur-unsur
lingkungan yang lain, perlu dilakukan pemantauan secara berkelanjutan. Dengan
pemantauan rutin, menganalisis hasil pemantauan dan belajar memutuskan sendiri
langkah-langkah yang harus dilakukan atas dasar hasil analisis tersebut,
diharapkan petani menjadi ahli PHT dilahan usahataninya.
Dengan
demikian, pada dasarnya penerapan PHT harus sesuai dan diselaraskan dengan alam.
Penerapan PHT didasarkan kepada pendekatan ekologis, ekonomis,social dan
budaya. Dilihat dari landasan filofosil PHT maka dalam penerapan PHT maka dalam
penerapan PHT mengikuti norma-norma 1).
keanekaragaman ekologis, social dan budaya, 2). Keuntungan ekonomi, 3).
Keberlanjutan produksi, 4). Kualitas produksi dan 5). Ketahanan usahatani terhadap
gangguan dari luar.
Prinsip
PHT menuntun adanya keserasian dengan alam dalam setiap pengendalian OPT maupun
kesesuaian dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Penerapan PHT
harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan
setempat yang bersifat spsifik lokasi. Dengan demikian PHT bukan merupakan
“paket teknologi” yang diterapkan secara nasional atau regional secara sama.
Oleh karena itu manipulasi unsur-unsur lingkungan (alam) setempat secara
harmonis untuk mengendalikan populasi OPT merupakan langkah pertama dan utama.
2.2.2
Strategi PHT
Strategi yang dapat digunakan untuk
menerapkan PHT adalah 1). perencanaan
ekosistem, 2). Pengelolaan ekositem, 3). penerapan berbagai teknik, 4). penerapan
teknologi pengendalian spesifik lokasi.
1. Perencanaan
ekosistem
Pada prinsipnya kondisi ekosistem
pertanian yang diinginkan adalah kondisi tanaman dapat tumbuh sehat, baik dan
memberikan hasil yang baik, serta populasi dan serangan OPTtidak menimbulkan
kerugian secara ekonomi.kondisi seperti itu diusahakan dapat “dirancang”
dan”diptakan”. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan memilih komoditas
yang akan ditanam, varietas yang dipilih, waktu tanam yang memuungkinkan OPT
tidak berkembang, jarak tanam yang tepat , pemupukaan berimbang dan berbgai
tindakan lain yang tidak menguntungkan perkembangan OPT.
2. Pengelolaan
ekosistem
Ekosistem pertanian merupakan
ekosistem buatan yang secara umum relative rentan terhadap perubahan dan
timbulnya gangguan OPT. untuk itu mengelola ekosistem diarahkkan bagi
terciptanya kondisi yang tidak menguntungkan pertumbuhan dan perkembangna OPT.
langkah-langkah pengelola ekosistem yang dapat dilakukan antara lain pemupukan
berimbang, pemasangan pagar/ perlindung, penggunaan pestisida secara bijaksana,
pelestarian musuh alami, penanaman tanaman jagung sebagai tanaman perangkap
atau barier, dan lain-lain.
3. Penerapan
berbagai teknik
Strategi pengendalian OPT dapat pula
diartikan sebagai pengaturan penerapan berbagai teknik/ cara/ taktik
pengendalian. Secara garis besar, cara-cara pengendalian OPT dapat dibedakan
antara lain cara bercocok tanam, cara fisis, cara mekanis, cara biologis, cara
kimiawi, cara genetis, dan cara apenegakan perundang-undangan. Dalam PHT,
berbagai cara pegendalian tersebut pada prinsipnya perlu diintegrasikaan
menjadi satu kesatuan rencana secara harmonis. Oleh karena itu berbagai cara
yang diterapkan haruslah kompatibel atau dapat saling digabungkan.
4. Penerapan
teknologi spesifik lokasi
PHT bukan “paket teknologi”, karena
harus disesuikan dengan kondisi lingkungan setempat. Cara-cara yang diterapkan
disuatu lokasi belum tentu sesuai apabila diterapkan dilokasi lain. Oleh karena
itu prinsip penerapan teknologi spesifik lokasi merupakan dsar penerapan PHT.
Pada dasarnya tidak ada dua lokasi yang berbeda memiliki kondisi lingkungan
yang sama.
2.3 Pengelolaan
Tanaman dan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Sebagai
perwujudan pedoman penerapan PHT pada tanaman kacang hijau, dilakukan
pendekatan atas dasar fase tumbuh tanaman. Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan bahwa setiap fase tumbuh tanaman mmpunyai karesteristik
masing-masing, baik dalam hal kondisi lingkunagan optimal yang diperlukan
maupun hubungannya dengan jenis OPT. dalam pedoman ini fase tumbuh tanaman
kacang hijau disederhanakan agar mudah dalam pengelolaan dan juga atas dasar
keterkaitan dengan OPT yang ada. Banyak jenis-jenis OPT yang penting atau
sering dijumpai pada suatu fase tumbuh tertentu, tidak dijumpai atau menjadi
tidak penting pada fase tumbuh lainnya.
2.3.1
Fase
Pratanam
1. Karesteristi
Ekosistem
Pertumbuhan
kacang hijau memerlukan iklim panas sehingga biassanya ditanam pada musim
kemarau setelah tanaman padi. Kacang hijau dapat tumbuh pada berbagai tipe
tanah, tetapi paling cocok pada tanah lempung atau liat sampai lempung yang mempunyai
kandungan bahan organik tinggi dan pH tanah 5,5-6,5.
Pada
lahan bekas tanaman palawija yang mempunyai jenis OPT yang sama dengan kacang
hijau, sisa-sisa tanaman merupakan tempat bertahannya cendawan tetentu yang
akan menjadi sumber infeksi tanaman inang berikutnya (kacang hijau). Selain itu
terdapat pula populasi hama yang merupakan sumber serangan yang perlu
diwapadai.
2. Perencanaan
Budidaya dan Pengelola Ekosistem
A. Perencanaan
tanam serentak
Tanam
serentak harus diprogramkan secara matang jauh sebelum musim tanam tiba. Tanam
serentak tersebut meliputi tanaman kacang-kacangan lain, karena beberaapa jenis
OPT dapat mempunyai inang yang sama dengan tanaman kacang hijau. Kacang hijau
dan kedelai mempunyai hama utama yang sama, kecuali Phaedonia inclusa yang bukan merupakan hama kacang hijau. Sedangkan
Maruca testulalis merupakan hama
perusak polong yang penting pada kacang hijau.
B. Perencanaan
pola tanam atau pergiliran tanaman
Pergiliran
tanaman selain didasarkan pada tujuan ntuk pemutusan rantai makanan bagi hama
dan penyakit juga didasarkan pada peningkatan produktifitas lahan (terutama
lahan kering).
Pergiliran
tanaman disesuaikan dengan jenis lahan, tipe pengairan atau lamanya bulan basa.
Kacang hijau dapat dibudidayakan secara monokultur atau tumpangsari. Pada lahan
tegalan kacang hijau dapat ditanam secara tumpangsari dengan jagung atau ubi
kayu. Pergiliran tanaman dengan pola tumpangsari disesuaikan denga kondisi setempat.
C. Pemilihan
varietas
Varietas
unggul digunakan sesuai dengan jenis lahan dan apabila memungkinkan digunakan
varietas yang tahan atau toleran terhaddap penyakit endemis setempat.
D. Persiapan
benih
Benih
yang digunakan harus benih murni (tidak tercampur dengan varietas lain), daya
kecambah minimal 80%, mulus, tidak keriput, tidak berlubang dan sehat (tidak
bercendawan maupun bukan berasal dari tanaman yang terserang virus.
E. Pengolahan
tanah
Pada
lahan sawah (irigasi dan tadah hujan), kacang hijau ditanam setelah padi dan
lahan tidak perlu diolah. Apabila gulma menjadi masalah atau di daerah endemis
penyakit dilakukan pengolahan tanah secara dangkal. Di daerah endemis penyakit
busuk pangkal batang Rhizoctonia solani, penyakit
layu Sclerotium rolfsii, perlu
dilakukan sanitasi sisa-sisa tanaman untuk menghilangkan sumber inokulum dengan
cara dibakar. Di daerah bekas serangan virus mozaik kacang hijau (MMV), virus
mozaik kuning buncis (BYMV), penyakit cendawan (embun tepung, bercak daun,
kudis) dan hama (lalat kacang, kutu kebul), perlu dilakukan sanitasi sisa-sisa
tanaman, baik pada kacang hijau tau tanaman kacang-kacangan yang terinfeksi
dengan cara dibakar. Pada lahan tegalan pengolahan tanah sebaiknya dilakukan
hingga gembur dan bersih dari gulma.
F. Pembuatan
saluran drainase
Air
dari lahan sawah dikeluarkan (dikeringkan) pada saat 10-15 hari sebelum panen
padi. Pada saat panen padi, hendaknya pemotongan jerami dilakukan serendah
mungkin (3-5 cm diatas permukaan tanah).
Kemudian dibuat pari-parit drainase keliling, membujur (jarak antar parit 2-4
m) dan melintang lahan sesuai dengan keadaan lahan, jenis lahan dan topografi.
Pada lahan tegalan jarak antar parit membujur biasanya lebih lebar dari pada
lahan sawah, yaitu 4-5 m atau tergantung keadaan lahan. Pembuatan saluran
drainase yang baik yaitu lebar 25-30 cm dan kedalaman 20-30 cm.
2.3.2
Fase
Tanam
1. Karesteristik
ekosistem
Biasanya
populasi hama dan musuh alami sangat rendah pada saat tanam. Pengolahan lahan
pada suatu hamparan dilakukan serentak dan waktu tanam juga serentak (termasuk
kacang-kacangan lain dianjukan paling lama hanya berlangsung 10 hari). Serangan
hama seringkali ditemukan pada tanaman inang liar , oleh karena itu harus
diperhatikan populasinya.
2. Budidaya
dan pengelolaan ekosistem
A. Jarak
tanam
Apabila
kacang hijau ditanam secara monokultur, jarak tanamnya tergantung karesteristik
varietas, kesuburan tanah, dan musim. Sebagai pedoman jarak tanam yang
berhubungan dengan karesteristik varietas adalah sebagai berikut: tanaman yang
kurang bercabang 25 cm x 25 cm, 30 cm x 20 cm, 40 cm x 15 cm; dan tanaman yang
bercabang banyak 40 cm x 20 cm.
Apabila
kacang hijau ditanaman secara tumpangsari dengan jagung atau ubi kayu maka
jarak tanamnya disesuaikan.
B. Cara
tanam
Pada
lahan bekas tanaman padi sawah maupun tegalan penanamnan kacang hijau dilakukan
dengan cara tugal. Tiap lubang tugal diisi 2-3 biji, kemudian ditutup dengan
tanah berpasir tipis-tipis atau abu jerami.
Di
daerah endemis lalat buah Helicoverpa
armigera dan kepik hijau Nezara
viridula, apabila memungkinkan dapat dipersiapkan lahan untuk tanaman
perangkap jagung guna memerangkap ulat buah kacang hijau, kepik hijau, dan
lalat kacang.
Di
daerah serangan Thrips dianjurkan
untuk tidak menanam kacang hijau pada bulan juni, untuk menghindari peningkatan
populasi Thrips, atau disesuaikan
dengan dinamika populasi Thrips
dimasing-masing lokasi.
Pada
daerah endemisserangan lalat kacang perlu digunakan mulsa jerami guna menekan
munculnya lalat kacang selama pertumbuhan tanaman.
C. Pemupukan
Pupuk
Urea, TSP, dan KCl/ ZK diberikan secara berimbang pada saat tanam dalam
alur-alur, atau dimasukkan lubang tegal disamping lubang tanam. Dosis pupuk
yang diberikan yaitu 50 kg Urea, 50 kg TSP dan 50 kg KCl atau disesuaikan
dengan rekomendasi setempat.
D. Pelakuan
lahan
Untuk
menekan perkembangan penyakit busuk pangkal batang Rhizoctonia solani dan
penyakit layu S. rolfsii secara lebih awal, dapat dilakukan aplikasi substrat
yang mengandung agens hayati Pseudomonas
fluorescens, Gliocladium spp.
Atau Trichoderma spp.
2.3.3
Fase
Tanaman Muda (tumbuh – 10 hst)
1. Karesteristik
ekossistem
Pada
fase ini OPT yang menyerang adalah lalat kacang (Ophiomya phaseoli). Sedangkan OPT penting yang perlu dipantau
adalah Thrips sp. Dan serangan
cendawan tular tanah Rhizoctonia solani.
2. Budidaya
dan pengelolaan ekosistem
Apabila
terdapat tanaman yang mati dilakukan penyulaman(umur 4-7 hst). Kelembaban tanah
perlu diperhatikan agar tidak becek dan kekeringan.
3. Pengamatan,
analisis ekosistem dan pengambilan keputusan
A. Pengamatan
Tanaman
yang layu karena cendawan S. rolfsii,
tanaman sakit karena virus mozaik kacang hijau (MMV) dan virus mozaik kuning
buncis (BYMV) segera dicabut, dibenamkan atau dibakar. Apabila intensitas
serangan <2,5% dilakukan sanitasi pada tanaman terserang. Apabila dijumpai
populasi atau intensitas serangan hama lalat kacang telah mencapai 2 ekor/30
rumpun atau ≥ 2,5% tanaman terserang segera lakukan pengendalian korektif
dengan insektisida efektif dan aman terhadap manusia dan lingkungan.
Di
daerah endemis virus MMV dan BYMV apabila dijumpai populasi vektor Appis craccivora dan terdapat gejala
virus dapat dilakukan pengendalian vektor dengan insektisida efektif. Apabila
penyakit kudis mencapai intensitas ≥ 20% dilakukan pengendalian dengan
fungisida efektif.
2.3.4
Fase
Vegetatif (11-30 hst)
1. Karakteristik
ekosistem
Awal
fase ini daun trifoliat (majemuk) pertama telah membuka penuh, tanaman tumbuh
dan berkembang hingga berbunga pada umur 20 hst.
Hama
utama yang mungkin dijumpai di pertanaman ialah ulat grayak (Spodoptera litura) dan ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites).
Serangga
hama lainnya yang mungkin dijumpai ialah penggerek pucuk (Agromyza dolichostigma), pelipat daun (Biloba/Stomopteryx subsecivella),penggulung daun (Lamprosema indicata, adoxophyses sp.dan
Homona sp.), kumbang tanah kuning dan
tungau merah (tetranychus cinnabarius).
Serangan
virus yang ditularkan oleh vektor, yaitu kutu hijau dan kutu kebul sampai
tanaman berumur 21 hst masih sangat membahayakan pertumbuhan tanaman dan
produksi.
Imago
ulat buah datang pada sekitar tanaman berumur 25 hst, dan pada umur tersebut
tanaman sangat disukai untuk tempat meletakkan telurnya, termasuk ulat grayak
dan ulat jengkal.
Kerusakan daun pada fase ini masih
dapat dikompensasi dengan pembentukan daun baru. Kehilangan daun sampai dengan
50% pada fase ini hanya menurunkan produksi sekitar 3%, tetapi keberadan hama
daun perlu diwaspadai agar dapat dikendalikan sebelum mencapai instar 4 dan
tidak merusak pada fase berikutnya.
Pertanaman kacang hijau MK I setelah
padi biasanya relatif bebasdari serangan penyakit karat. Serangn penyakit karat
biasanya terjadi pada tanaman kacang-kacangan kedua terutama apabila terjadi
keterlambatan tanam.
2. Budidaya
dan pengelolaan ekosistem
Penyiangan
dilakukan pada umur 14-28 hst. Apabila tidak ada hujan, perlu diairi setiap 1-2
minggu sekali (tergantung keadaan) dan dilakukan sampai dengan seminggu sebelum
panen, terutama pada saat pembungaan dan pengisian polong.
3. Pengamatan,
analisis ekosistem dan pengambilan keputusan
A. Pengamatan
Pada
fase ini hama dan penyakit penting yang perlu diperhatikan adalah Thrips sp dan hama daun yaitu ulat
grayak, ulat jengkal dan penggulung daun; sedangkan serangga hama lainnya
biasanya tidak menghawatirkan. Penyakit penting yang perlu duperhatikan ialah
penyakit layu ialah R. Solani. Pada fase ini biasanya ditemukan berbagaio musuh
alami.
Predator
biasanya lebih dominan dari pada parasitoid. Predator yang biasa ditemukan
yaitu laba-laba, kumbang Coccinellidae, capung semut api, belalang sembah, vespidae, Asilidae, Carabidae dan Paederus sp. Parasitaoid yang biasa
banyak dijumpai yaitu Agromyzidae,
dan parasitoid hama daun misalnya Apanteles
sp dan Snelleius sp.
B. Analisis
ekosistem dan pengambilan keputusan
Kerusakan
daun pada fase ini relatif tidak menurunkan produksi secara nyata. Oleh karena
itu pengendalian hama daun seperti ulat grayak cukup dilakukan dengan cara
mekanis, karena biasanya pada fase ini hama tersebut baru mulai meletakkan
telur atau larva kecil masih mengelompok dan kemungkinan besar populasi musuh
alami mulai meningkat. Apabila tidak diperlukan hindari penggunaan pestisida
untuk memberi kesempatan musuh alami berkembangbiak, sehingga peranannya dialam
dapat meningkat.
Tanaman yang mati karena penyakit
layu R. Rosali dan tanaman yang sakit
karena virus mozaik kacang hijau (MMV) dan virus mozaik buncis (BYMV) segera
dicabut, dibenamkan atau dibakar ditempat lain di luar lahan pertanian. Apabila
daerah ini merupakan endemis penyakit layu, maka perlu diantisipasi secara dini
dengan pembalikan tanah yang dalam atau dibuat saluran drainase atau penambahan
agens antagonis atau kompos/pupuk kandang yang matang.
Apabila serangan penyakit embun
tepung, bercak daun dan kudis mencapai intensitas ≥ 20 % dilakukan pengendalian
dengan fungsida efektif. Didaerah indemis virus MMV dan BYMV apabila dijumpai
vektor virus Aphis sp dan gejala
serangan virus dapat dilakukan pengendalian serangga vektor.
Untuk
menekan pertumbuhan populasi ulat grayak secara awal dapat dilakukan
pengumpulan kelompok telur. Apabila dijumpai populasi ulat berkelompok mencapai
≥ 2 kelompok instar 1/30 rumpun atau < 180 instar 2/30 dapat dilakukan
pengumpulan ulat yang berkelompok. Apabila populasi masih tinggi atau kerusakan
melampaui ambang pengendalian (180 instar 1/20 rumpun, 10 instar 3/10 rumpun
atau ≥ 25 % kerusakan daun), dapat dilakukan aplikasi dengan insektisida
efektif yang aman bagi manusia dan lingkungan. Apabila tersedia biakan agens
hayati SL-NPV diaplikasikan untuk
menekan perkembangan ulat grayak.
Apabila
dijumpai larva dewasa ulat jengkal (Crysodeixis
chalcites/Trichloplusiani oricbalcea) dapat dilakukan pengumpulan ulat
besar. Bila populasi masih tinggi dan atau kerusakan daun melampaui ambang
pengendalian (200 instar 1/10 rumpun, 120 instar 2/10 rumpun, 20 instar 2/10
rumpun atau 25% kerusakan daun), agar dilakukan aplikasi insektisida efektif
yang aman bagi manusia dan lingkungan.
Apabila
populasi ulat buah instar awal tinggi melampaui ambang pengendalian (50 instar
1/10 rumpun), dapat digunakan insektisida efektif yang aman bagi manusia dan
lingkungan. Bila sarana agens hayati memadai dapat dilakukan penyamprotan Ha-NPV untuk menekan populasi ulat buah.
2.3.5
Fase
Berbunga, Pembentukan dan Pengisian Polong (31-50 hst)
1. Karakteristik
ekosistem
Pada
fase ini, kacang hijau mulai berbunga kemudian membentuk polong dan biji. Pada
prinsipnya keberadaan dan jenis hama yang menyerang tanaman pada fase ini
adalah penggulung daun, ulat grayak, ulat jengkal, ulat buah, kepik hijau dan
penggerek polong (Maruca testulalis).
Pada fase ini merupakan fase kritis
tanaman terhadap serangan ulat penggerek polong. M. testulalis, karena hama ini mulai meletakkan telur pada kuncup
bunga dan larvanya merusak bunga, polong dan biji yang terbentuk. Selain itu,
ulat buah Heliothis armigera dan
Heliothis sp. sering menimbulkan serangan serius.
Penyakit penting yang seringmuncul
pada fase ini ialah penyakit bercak daun Cercospora
canescens, kudis Elsinoe iwatae
dan embun tepung Erysiphe poligoni.
2. Budidaya
dan pengelolaan ekosistem
Pada
fase ini tanaman membutuhkan air yang cukup, karena itu kondisi lahan harus
selalu diperhatikan agar pengairan dapat dilakukan pada waktunya. Pada fase ini
tidak dilakukan penyiangan, karena penyiangan terakhir telah dilakukan pada
umur 28 hst.
3. Pengamatan,
analisis ekosistem dan pengambilan keputusan
A. Pengamatan
Hama
penting yang perlu dipantau secara intensif ialah ulat buah, penggerek polong
dan pengisap polong (N. Viridula, P.
Hybneri, Riptortus spp). Sedangkan penyakit penting yang perlu dipantau
ialah bercak daun Cercospora canescens,
embun tepung Erysiphe poligoni, dan
kudis Elsinoe iwatae.
B. Analisis
ekosistem dan pengambilan keputusan
Pengambilan
keputusan dapat dilakukan dengan mengamati dan menganalisis kondisi ekosistem
yang ada yaitu:
§ Apabila
ditemukan ulat grayak dan populasinya rendah, pengendalian dilakukan dengan
cara pengumpulan kelompok telur, ulat instar muda yang masih mengelompok dan
pengumpulan larva dewasa instar 4-6. Apabila populasinya masih tinggi dan
kerusakan daun melampaui ambang pengendalian ≥ 180 instar 2/10 rumpun atau 15
instar 3/10 rumpun atau ≥ 12,5% daun rusak dapat digunakan insektisida efektif.
§ Apabila
diperlukan, dilakukan pengendalian mekanis terhadap kelompok telur, nimpa
instar 1-3, serta imago N. Viridula, P.
Hybneri, serta imago Riptortus
spp.
§ Apabila
dijumpai kepik menghisap polong mencapai ambang pengendalian 2 ekor/10 rumpun
dapat dilakukan aplikasi insektisida efektif.
§ Apabila
berdasarkan hasil pemantauan kacang hijau yang menggunakan tanaman perangkap
jagung untuk memerangkap ulat buah , tanaman jagung dapat dipanen apabila
rambut tongkolnya telah layu dan didalamnya terdapat ulat buah dapat dilakukan
pengumpulan larva dewasa H. Armigera.
Bila populasi buah cukup tinggi atau kerusakan buah melampaui ambang
pengendalian15 instar 2/10 rumpun atau 10 instar 3/10 rumpun atau ≥ 2% polong
rusak dapat digunakan insektisida efektif. penggunaan Ha-NPV apabila populasi
ulat buah dominan.
§ Apabila
terdapat 20% daun terserang penyakit (bercak daun, penyakit kudis, dan embun
tepung) perlu dilakukan pengendalian dengan fungisida efektif.
Hindari
penggunaan insektisida yang tidak diperlukan untuk memberi kesempatan musuh
alami berkembangbiak.
2.3.6
Fase
Pertumbuhan Polong dan Biji (51-60 hst)
1. Karakteristik
Pada
fase ini berlangsung pengisian biji atau pemasakan polong,tergantung varietas
yang ditanam dan hama-hama perusak polong masih mungkin merusak. Dalam kondisi
tertentu penyakit bercak daun Cercospora
sp. embun tepung Erysiphe poligoni dan
penyakit kudis Elsinoe iwatae masih
mungkin dapat berkembang.
2. Budidaya
dan pengelolaan ekosistem
Kebutuhan
air pada fase pengisian polong dan biji mulai berkurang. Tetapi untuk varietas yang
berumur dalam masih memerlukan air lebih banyak, sehingga apabila memungkinkan
dapat diairi sesuai kebutuhan.
3. Pengamatan,
analisis ekosistem dan pengambilan keputusan
A. Pengamatan
Jenis
OPT yang perlu diwaspadai pada fase ini adalah hama ulat grayak, ulat jengkal,
penggerek polong (M. testulalis),
bercak daun Cercospora sp., embun
tepung dan penyakit kudis.
B. Analisis
ekosistem dan pengambilan keputusan
Pengambilan
keputusan dapat dilakukan dengan mengamati dan menganalisis kondisi ekosistem
yang ada yaitu:
§ Apabila
ditemukan ulat grayak dan populasinya rendah, pengendaliannya dilakukan dengan
cara pengumpulan kelompok telur, ulat instar 1 larva dewasa (instar 4-6).
§ Apabila
populasinya tinggi dan atau kerusakan daun melampaui ambang pengendalian (≥ 180
instar 2/10 rumpun, ≥ 120 instar 3/10 rumpun atau ≥ 12,5% daun rusak) dapat
digunakan insektisida efektif dan aman bagi manusia dan lingkungan.
§ Apabila
kepadatan populasi ulat jengkal rendah dapat dikendalikan secara mekanis, yaitu
dengan pengumpulan larva dewasa.
§ Apabila
populasi ulat jengkal tinggi dan atau kerusakan daun melampaui ambang
pengendalian (≥ 200 instar 1/10 rumpun, ≥ 120 instar 2/10 rumpun atau >
instar 3/10 rumpun atau 12,5% polong rusak) dapat digunakan insektisida efektif
dan aman bagi manusia dan lingkungan.
§ Apabila
populasi penggerek polong (penggugur bunga) mencapai ambang pengendalian (≥ 2
ekor/rumpun atau 2,5% polong terserang) dapat dilakukan pengendalian dengan
pestisida efektif dan aman bagi manusia dan lingkungan.
2.3.7
Fase
Pemasakan Polong (61 hst – panen)
1. Karateristik
ekosistem
Pada
fase ini polong telah berisi penuh, bahkan untuk verietas genjah (Merak) sudah
mulai dipanen. Serangan hama kurang berpengaruhterhadap reproduksi, kecuali
apabila populasi tinggi, terutama hama penghisap polong. Serangan penggerek
polong dan ulat buah dapat terjadi apabila pada fase sebelumnya tidak
dikendalikan.
2. Budidaya
dan pengelolaan ekosistem
Entuk mempercepat pemasakan polong
dan biji, pada fase pemasakan polong ini perlu diadakan pengeringan lahan
paling lambat seminggu sebelum panen. Untuk varietas genjah pengeringan lahan
dilakukan sebelum 61 hst.
3. Pengamatan,
analisis ekosistem dan pengambilan keputusan
A. Pengamatan
Jenis OPT yang perlu diwaspadai pada fase ini adalah
hama penghisap polong, penggerek polong dan ulat buah.
B. Analisis
ekosistem, dan pengambilan keputusan
pengambilan keputusan dapat
dilakukan dengan mengamati dan menganalisis kondisi ekosistem yang ada yaitu :
ü Apabila
pada fase ini masih dijumpai hama-hama perusak polong (pengisap polong dan ulat
buah) perlu dilakukan pengendalian secara mekanis. Penggerek polong harus
diantisipasi dengan baik sejak fase sebelumnya.
2.3.8
Panen
Panen dilakukan setelah hampir semua
polong mengering, tetapi apabila pemasakan atau pengeringan polong tidak
serentak, maka panen dilakukan secara bertahap (2 sampai 3 kali).
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
Kacang
hijau merupakan salah satu prioritas pengembangan dan peningkataan produksi
disamping komoditas pangan lainnya. Beberapa upaya diprogramkan oleh pemerintah
untuk meningkatkan produksi kacang hijau secara nasional, antara lain melalui
peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam.
Namun
demikian banyak hal teknis yang dihadapi dalam upaya meningkatkan produktivitas
kacang hijau. Salah satu resiko yang dihadapi dalam peningkatkan produktivitas
kacang hijau adalah gangguan organism pengganggu tumbuhan (OPT). Beberapa jenis
OPT yang telah dikenal menyerang kacang hijau antara lain thrips, perusak daun,
perusak polong, dan berbagai pathogen penyakit.
Oleh
karena itu, diperlukan suatu metode pengendalian resiko tersebut yaitu dengan
metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dimana metode ini sangat baik karna
akan menjaga kualitas dan kuantitas produksi kacang hijau. Disamping itu metode
PHT juga dapat menjaga kualitas lingkungan serta menjaga stabilitas ekosistem
pertanian.
3.2
Saran
Sebaiknya pada petani dalam melakuan pengendalian hama
dan penyakit harus sesuai dengan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) agar
tidak terjadi kerusakan lingkungan yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat
Perlindungan Tanaman. 2000. Pedoman
Rekomendasi Pengendalian Organisme Penggangu
Tumbuhan Pada Tanaman Kacang- Kacanga ,Edisi Kacang Hijau.
Sudarto, dkk. 2002. Daya
Hasi Beberapa Varietas Kacang Hijau Pada Lahan Keering di Lombok Timur, NTB.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lombok.
Anwari, M. dan R. Iswanto. 2004. Kutilang
Varietas Kacang Hijau Tahan penyakit
Embun Tepung. Berita Puslitbangtan No. 29, April 2004
Nurdin, F. 1994. Kacang Hijau di Sumatera Barat: Budidaya, Hama, dan
pengendaliannya di tingkat petani.
Risalah Seminar Balittan Sukarami. Vol. III. Balittan Sukarami
LAMPIRAN
VARIETAS
UNGGUL KACANG HIJAU SERTA REAKSI KETAHANANNYA TERHADAP PENYAKIT UTAMA
No.
|
Varietas
|
Umur
(hari)
|
Rerata hasil
(ton/ha)
|
Reaksi Terhadap Penyakit
|
Layu
|
Karat
|
Bck. Daun
|
Kudis
|
1.
|
Siwalik
|
100
|
0,9
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2.
|
Arta Ijo
|
99
|
0,9
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3.
|
Bhakti
|
70
|
1,4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
4.
|
No. 129
|
58
|
1,6
|
-
|
-
|
P
|
P
|
5.
|
Merak
|
56
|
1,6
|
-
|
-
|
P
|
P
|
6.
|
Nuri
|
58
|
1,6
|
-
|
-
|
T
|
-
|
7.
|
Manyar
|
58
|
1,6
|
-
|
T
|
T
|
-
|
8.
|
Betet
|
60
|
1,5
|
-
|
T
|
P
|
AT
|
9.
|
Walet
|
58
|
1,6
|
-
|
-
|
T
|
-
|
10.
|
Gelatik
|
58
|
1,6
|
-
|
-
|
T
|
-
|
11.
|
Parkit
|
56
|
1,35
|
-
|
-
|
-
|
-
|
12.
|
Merpati
|
58
|
1,2-1,8
|
-
|
-
|
T
|
-
|
13.
|
Camar
|
60
|
1-2
|
-
|
-
|
T
|
-
|
Keterangan: T
= Tahan AT
= Agak Tahan P = Peka