BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Iklim
merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamik dan sulit
dikendalikan. Dalam praktek, iklim dan cuaca sangat sulit untuk
dimodifikasi/dikendalikan sesuai dengan kebutuhan, kalaupun bisa memerluan
biaya dan teknologi yang tinggi. Iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor
pembatas produksi pertanian. Karena sifatnya yang dinamis, beragam dan terbuka,
pendekatan terhadap cuaca/iklim agar lebih berdaya guna dalam bidang pertanian
, diperlukan suatu pemahaman yang lebih akurat teradap karakteristik iklim
melalui analisis dan interpretasi data iklim. Mutu hasil analisis dan
interpretasi data iklim, selain ditentukan oleh metode analisis yang digunakan,
juga sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu data. Oleh karena itu, diperlukan
koordinasi dan kerjasama yang baik antar instasi pengelola dan pengguna data
iklim demi menunjang pembangunan pertanian secara keseluruhan.
Menyimak
pemberitaan beberapa media masa akhir-akhir ini tentang semakin rawannya
ketersediaan pangan di Indonesia tentunya sangat memprihatinkan. Pengaruh
kegagalan panen, bangkrutnya petani dan harga pangan yang makin meningkat dapat
meruntuhkan prospek pertumbuhan ekonomi. Kondisi dimana harga bahan pangan dan
komoditi lain yang tinggi tentu saja berakibat pada peningkatan inflasi.
Semakin rawannya ketahanan pangan di Indonesia merupakan akibat semakin
menurunnya luas lahan pertanian dan produktivitas lahan yang tidak mungkin
ditingkatkan. Artinya beberapa upaya untuk meningkatkan hasil produksi
pertanian sudah tidak ekonomis lagi.
Peningkatan
kebutuhan terhadap produksi pertanian akibat peningkatan jumlah penduduk di
satu sisi, dan semakin terbatasnya jumlah sumber daya pertanian disisi lain,
menuntut perlunya optimalisasi seluruh sumber daya pertanian, terutama lahan
dan air. Oleh sebab itu, sistem usahatani yang selama ini lebih berorientasi
komoditas (commodity oriented) harus beralih kepada sistem usahatani yang
berbasis sumber daya (commodity base), seperti halnya sistem usahatani
agribisnis. Salah satu aspek penting dalam pengembangan agribisnis adalah bahwa
kualitas hasil sama pentingnya dengan kuantitas dan kontinuitas hasil.
Disamping
faktor tanah, produktivitas pertanian sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air
dan berbagai unsur iklim. Namun dalam kenyataannya, iklim/cuaca sering
seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi. Hal tersebut disebabkan kekurang
selarasan sistem usahatani dengan iklim akibat kekurang mampuan kita dalam
memahami karakteristik dan menduga iklim, sehingga upaya antisipasi resiko dan
sifat ekstrimnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Akibatnya, sering tingkat
hasil dan mutu produksi pertanian yang diperoleh kurang memuaskan dan bahkan
gagal sama sekali.
Sesuai
dengan karakteristik dan kompleksnya faktor iklim, maka kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memodifikasi dan mengendalikan iklim
sangat terbatas. Oleh sebab itu pendekatan yang paling efektif untuk
memanfaatkan sumber daya iklim adalah menyesuaikan sistem usahatani dan paket
teknologinya dengan kondisi iklim setempat. Penyesuaian tersebut harus
didasarkan pada pemahaman terhadap karakteristik dan sifat iklim secara baik
melalui analisis dan interpretasi data iklim. Mutu hasil analisis dan
interpretasi data iklim, selain ditentukan oleh metode analisis yang digunakan,
juga sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu data.
1.2 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah
untuk mengenal alat-alat pengukuran data iklim , seperti curah hujan , suhu (
baik suhu ruangan maupun tanah ) , kelembaban, evaporasi, dll. Serta praktikum
Agroklimatologi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara dan proses
pembuatan kompos dan juga bagaimana cara melakukan teknik budidaya tanaman yang
benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
PENGERTIAN AGROKLIMATOLOGI, CUACA DAN IKLIM
Agroklimatologi
adalah
ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara unsure-unsur iklim dengan
kehidupan tanaman.
Manfaat :
·
Mengetahui kapan tanaman tersebut melakukan
stadia tumbuhnya
·
Mengetahui umur dari suatu tanaman
·
Dapat merancang pola tanam
·
Dapat memplanningkan kapan waktu yang
tepat untuk melakukan proses budidaya, jadwal pemupukan, dan jadwal
penyemprotan
·
Dapat mengetahui tempat yang sesuai bagi
suatu tanaman
Cuaca
adalah
kondisi udara yang dinamis yang berubah-ubah dari waktu ke waktu pada wilayah
yang relative sempit dalam jangka waktu yang singkat
Manfaat :
·
Perwilayahan komoditas pertanian
·
Sebagai studi jangka panjang untuk
peramalan iklim
·
Untuk perencanaan pertanian
Iklim
adalah keadaan rata-rata udara pada wilayah yang relative luas dalam jangka
waktu yang lama.
Manfaat :
Informasi iklim sangat dibutuhkan dalam mengidentifikasi
potensi dan daya dukung wilayah untuk penetapan strategi dan arah kebijakan
pengembangan wilayah, seperti pola tanam, cara pengairan, pemwilayahan
agroekologi, dan komoditi. Pemwilayahan komoditi pertanian dapat disusun
berdasarkan agroklimat, karena tiap jenis tanaman mempunyai persyaratan tumbuh
tertentu untuk berproduksi optimal. Suatu tanaman yang tumbuh, berkembang dan
berproduksi optimal secara terus-menerus memerlukan kesesuaian iklim. Kondisi kesesuaian
tersebut memungkinkan suatu wilayah untuk dikembangkan menjadi pusat produksi
suatu komoditi pertanian. Kajian sumberdaya agroklimat pada strata ini harus
sejajar dan padu dengan kajian tanah, sosial ekonomi dan faktor produksi
lainnya.
Informasi iklim yang dibutuhkan dalam pengembangan wilayah
adalah identifikasi dan interpretasi potensi dan kendala iklim berdasaran data
meteorologi, seperti curah hujan, suhu udara, radiasi surya dan unsure iklim
lainnya. Pada kajian yang lebih kuantitatif data iklim dibutuhkan sebagai input
utama dalam pemodelan/simulasi pendugaan potensi produksi atau produktivitas
dan daya dukung lahan
2.2
HUBUNGAN IKLIM DENGAN PERTANIAN
Faktor
iklim sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila tanaman
ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak sesuai
dengan yang diharapkan.Menurut Sutarno at all (1997) Studi tentang
perilaku kejadian tiap organisme atau tumbuhan dalam hubungannya dengan
perubahan-perubahan iklim disebut dengan fenologi. Untuk faktor iklim yang
dipergunakan dalam penelitian fenologi pada umumnya adalah curah hujan hal ini
adalah karena curah hujan secara langsung atau tidak langsung penting untuk
pengaturan waktu dan ruang dalam pembentukan bunga dan buah pada tumbuhan
tropis.
Menurut
Ashari (2006) sedikitnya ada 2 unsur yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu :
- Curah hujan dan distribusi hujan
- Tinggi tempat dari permukaan laut.
Selain
unsur iklim di atas, menurut Guslim (2007) Produksi tanaman juga dipengaruhi
oleh Radiasi Matahari dan Suhu.
Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara
oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan
merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan speises
tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum
selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga, sehubungan
dengan ini terdapat dua rangsangan. Yang menyebabkan perubahan itu terjadi,
yaitu suhu dan panjang hari (Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
Diwilayah dengan empat musim, pengaruh suhu berlaku
ganda. Pada waktu awal pertumbuhan suhu harus cukup tinggi agar pertumbuhan
tidak terhambat. Tetapi bagi kebanyakan tanaman terutama tanaman tahunan, suhu
sebelum perubahan fase pertumbuhan itu terjadi sangat penting. Cekaman (stress)
air yang diikuti oleh hujan sering merangsang pembungaan tanaman tahunan
tropika. Faktor lain yang memicu pembungaan adalah panjang hari, atau panjang
periode selama setiap 24 jam. Tanaman berhari pnjang tidak akan berbunga jika
ditanam di wilayah tropika (Mugnisjah dan Setiawan,1995).
Jika bunga telah berkembang tahap berikutnya adalah
menjamin sedapat mungkin agar penyerbukan berlangsung dengan baik. Cuaca pada
saat penyerbukan adalah penting. Umumnya serbuk sari tidak dapat tahan hidup
jika hujan lebat, dan suhu yang terlalu dapat menyebabkan penyerbukan yang
jelek. Serangga terutama lebah, tidak akan bekerja dengan baik dalam kondisi cuaca
yang sangat basah.
1 Curah
Hujan .
Klasifikasi
iklim menurut scmidth dan Fergusson ada 6 yaitu :
Tabel 1.1 Tipe Iklim menurut Schmidth dan
Fergusson
No
|
Tipe
Iklim
|
Jumlah
bulan basah
|
Jumlah
bulan kering
|
1
|
A-1
|
12
|
0
|
2
|
A-2
|
Kurang
dari 12
|
0
|
3
|
B-1
|
9-10
|
1-2
|
4
|
B-2
|
7-8
|
2-4
|
5
|
C
|
5-7
|
4-6
|
6
|
D
|
2-5
|
6-8
|
Kepentingan
tanaman terhadap besarnya curah hujan sudah dirasakan sejak panen. Adapun titik
yang kritis adalah saat pembungaa. Apabila saat pembungaan banyak hujan turun,
maka proses pembungaan akan terganggu. Tepung sari menjadi busuk dan tidak
mempunyai viabilitas lagi. Kepala putik dapat busuk karena kelembaban yang
tinggi. Selain itu,aktivitas serangga penyerbuk juga berkurang saat kelembaban
tinggi.apabila trjadi kerusakan pada tepung sari dan kepala puti berarti
penyerbukan telah gagal. Hal ini juga berarti bahwa pembuahan dan
selanjutnya,panen, telah gagal dan harus menunggu tahun berikutnya (Ashari
2006)
Mungkin
ini karena pengaruh adaptasi tanaman. Tidak ada jenis tanaman yang memerlukan
iklim mutlak seperti pada table 1.1. Dengan kata lain, ada penyesuaian atau
adaptasi tanaman terhadap lingkungannya. Untuk itu pada table 1.2 di bawah ini
diperlihatkan contoh jenis tanaman bebuahan yang sesuai dengan kriteria di
atas.
Tabel 1.2 Tipe iklim yang dikehendaki tanaman
bebuahan
Tipe
Iklim
(jumlah
bulan basah)
|
Jumlah
bulan kering
|
Jenis
bebuahan yang sesuai
|
9,10-12,11,11-12,12
|
0
|
Gandaria,kapulasan,kemang,kesemek
|
9
8
7
6
|
3
0-3
0-4
4-5
|
Duku,durian,mundu,papaya,pisang
Rambutan
|
Lebih
dari 4 bulan
|
Jambu
biji,jambu monyet,nangka pepaya.
|
2. Tinggi
Tempat dari Permukaan Laut
Tinggi
tempat dari permukaan laut menentukan suhu udara dan intensitas sinar yang
diterima oleh tanaman.Menurut Guslim (2007) Semakin tinggi suatu tempat,
semakin rendah suhu tempat tersebut. Demikian juga intensitas matahari semakin
berkurang. Suhu dan penyinaran inilah yang nantinya kan digunakan untuk
menggolongkan tanaman apa yang sesuai untuk dataran tinggi atau dataran rendah.
Ketinggian
tempat dari permukaan laut juga sangat menentukan pembungaan tanaman. Tanaman
berbuahan yang ditanam di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingkan
dengan yang ditanam pada dataran tinggi (Ashari,2006).
3. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, induksi
bunga, pertumbuhan dan differensiasi perbungaan (inflorescence), mekar
bunga, munculnya serbuk sari, pembentukan benih dan pemasakan benih. Tanaman
tropis tidak memerlukan keperluan vernalisasi sebelum rangsangan fotoperiode
terhadap pembungaan menjadi efektif. Tetapi, pengaruh suhu terhaadap induksi
bunga cukup kompleks dan bervariasi tergantung pada tanggap tanaman terhadap
fotoperiode yang berbeda. Suhu malam yang tinggi mencegah atau memperlambat
pembungaan dalam beberapa tanaman.
4. Panjang Hari
Terdapat tiga penggolongan tanaman yang lazim, yaitu
tanaman berhari pendek (short day),tanaman berhari panjang (long day),
dan tanaman berhari netral (day netral) (Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
Menurut Ashari (2004) respon pembungaan tanaman terhadap lamanya penyinaran
berbeda. Tanaman yang digolongkan tanaman hari pendek (short day) adalah
tanaman yang baru berbunga apabila periode gelap lebih lama/ panjang dari
kritisnya (misalnya 12 jam). Sebaliknya, tanaman hari panjang (long day)
adalah golongan tanaman yang hanya mau berbunga apabila periode gelap kurang/
dibawah dari periode kritisnya.
Pentingnya variasi panjang hari dalam
menentukan waktu pembungaan nyata berkaitan dengan latitud; sebagai
contoh, tanaman berhari pendek yang memiliki fotoperiode kritikal lebih dari 12
jam berbunga jauh lebih dini di latitud yang lebih tinggi daripada latitud yang
rendah. Panjang hari dilaporkan berkorelasi dengan nisbah bunga jantan/ betina
dalam tanaman berhari-pendek (Mugnisjah dan Setiawan,1995).
5. Radiasi Matahari
Radiasi matahari berhubungan dengan laju pertumbuhan
tanaman, fotosintesis, pembukaan (reseptivitas) bunga, dan aktivitas
lebah penyerbuk. Pembukaan bunga dan aktivitas lebah ditingkatkan oleh radiasi
matahari yang cerah, wilayah yang sering berawan berpotensi kurang untuk
produksi benih. Permukaan lahan ekuator sering menerima total radiasi yang
kurang dari lahan berlatitude 10-20 mdpl (Guslim,2007).
2.3
KOMODITI YANG DI TANAM
2.3.1 PINANG
Tanaman
pinang (Areca catechu L.) Sudah dimanfaatkan sejak lama terutama daerah-daerah
Asia selatan dan Timur sampai daerah Kepulauan Pasifik. Komoditi yang termasuk
subsektor perkebunan banyak yang berpotensi untuk diekspor. Salah satunya
adalah pinang. Tanaman ini sudah menyebar di seluruh pelosok wilayah Indonesia.
Namun, dibanding dengan komoditas perkebunan lainnya yang dapat memberikan
devisa negara, pinang masih ketinggalan.
Tanaman pinang (Areca catechu L.) termasuk dalam famili Arecaceae, merupakan tanaman yang sekeluarga dengan kelapa. Salah satu jenis tumbuhan monokotil ini tergolong palem-paleman. Secara rinci, sistimatika tanaman pinang dapat diuraikan seperti berikut :
Tanaman pinang (Areca catechu L.) termasuk dalam famili Arecaceae, merupakan tanaman yang sekeluarga dengan kelapa. Salah satu jenis tumbuhan monokotil ini tergolong palem-paleman. Secara rinci, sistimatika tanaman pinang dapat diuraikan seperti berikut :
Divisi : Plantae
Kelas : Monokotil
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae atau Palmae (palem-paleman)
Genus : Areca
Spesies : Areca catechu L.
Kelas : Monokotil
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae atau Palmae (palem-paleman)
Genus : Areca
Spesies : Areca catechu L.
Pinang
termasuk jenis tanaman yang sudah dikenal luas di masyarakat karena secara
alami penyebarannya cukup luas di berbagai daerah. Ada beberapa jenis
pinang diantaranya pinang biru, pinang
hutan, pinang irian, pinang kelapa, dan pinang merah.
Salah satu jenis pinang yang sudah
dikenal masyarakat adalah pinang sirih yang memiliki sifat – sifat sebagai
berikut :
1). Pohon tumbuh satu-satu, tidak berumpun
seperti jenis palem umumnya.
2). Batang lurus agak licin tinggi dapat mencapai 25 cm.
3). Diameter batang atau jarak antar-ruas batang sekitar 15 cm
4). Garis lingkaran batang tampak jelas.
5). Bentuk buah bulat telur, mirip telur ayam, dengan ukuran sekitar 3,5 – 7,7 cm serta berwarna hijau waktu muda dan berubah merah jingga atau merah kekuningan saat masak atau tua.
2). Batang lurus agak licin tinggi dapat mencapai 25 cm.
3). Diameter batang atau jarak antar-ruas batang sekitar 15 cm
4). Garis lingkaran batang tampak jelas.
5). Bentuk buah bulat telur, mirip telur ayam, dengan ukuran sekitar 3,5 – 7,7 cm serta berwarna hijau waktu muda dan berubah merah jingga atau merah kekuningan saat masak atau tua.
SYARAT TUMBUH TANAMAN PINANG
Setiap tanaman memerlukan syarat
tumbuh yang berbeda, bila penanaman dilakukan di tempat yang sesuai dengan
syarat tumbuhnya maka akan memberikan dampak yang baik sehingga menghasilkan
pertumbuhan dan produksi yang optimal. Beberapa persyaratan yang perlu
diperhatikan di dalam penanaman pinang antara lain :
1. Tinggi Tempat
Tanaman Pinang dapat berproduksi optimal pada ketinggian 0–1.000 m dpl (meter diatas permukaan laut). Tanaman pinang idialnya ditanam pada ketinggian dibawah 600 m diatas permukaan laut.
2. Tanah
Tanah yang baik untuk pengembangan pinang adalah tanah beraerasi baik, solum tanah dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah laterik, lempung merah dan aluvial.
Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman pinang sekitar pH 4 - 8.
3. Curah Hujan
Curah hujan yang dikehendaki tanaman pinang antara 750-4.500 mm/tahun yang merata sepanjang tahun atau hari hujan sekitar 100 - 150 hari.
Tanaman pinang sangat sesuai pada daerah yang bertipe iklim sedang dan agak basah dengan bulan basah 3 - 6 bulan/tahun dan bulan kering 4 - 8 bulan/tahun.
4. Suhu dan Kelembaban
Tanaman pinang dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimum antara 20º - 32º C. Tanaman pinang menghendaki daerah dengan kelembaban udara antara 50 – 90 %.
5. Penyinaran.
Penyinaran yang sesuai untuk tanaman pinang berkisar antara 6-8 jam/hari. Pengaruh cahaya matahari terhadap tanaman pinang sebagai berikut :
1). Ruas batangnya lebih pendek dibanding tanaman yang terlindung.
2). Tanaman tidak cepat tinggi.
3). Fisik tanaman lebih kuat.
4). Persentase bunga untuk menjadi buah lebih besar.
Beberapa tindakan budidaya tanaman yang menyangkut faktor penyinaran adalah pengaturan tanam, jarak tanam, sistem intercropping, penggunaan naungan dan pohon pelindung, serta penambahan cahaya.
BAHAN
TANAMAN
Bibit bermutu berasal dari benih terpilih yang berasal dari pohon induk terpilih. Seleksi pohon induk dapat dilakukan pada individu pohon, yaitu melalui seleksi sebagai berikut:
a. Pohon induk tumbuh tegar, batang lurus, mahkota pohon berbentuk setengah bulat dan pertumbuhan daun terbagi rata.
Bibit bermutu berasal dari benih terpilih yang berasal dari pohon induk terpilih. Seleksi pohon induk dapat dilakukan pada individu pohon, yaitu melalui seleksi sebagai berikut:
a. Pohon induk tumbuh tegar, batang lurus, mahkota pohon berbentuk setengah bulat dan pertumbuhan daun terbagi rata.
b. Pohon bebas dari serangan hama dan penyakit
c. Umur pohon lebih dari 10 tahun dan telah stabil berproduksi, yaitu sekitar 4-5 tahun.
d. Lingkar batang lebih dari 45 cm (diukur pada ketinggian 1 m dari permukaan tanah).
e. Daun yang terbuka penuh lebih dari 8 helai,
f. Jumlah tandan lebih dari 4 buah,
g. Jumlah buah per tandan lebih dari 50 butir.
c. Umur pohon lebih dari 10 tahun dan telah stabil berproduksi, yaitu sekitar 4-5 tahun.
d. Lingkar batang lebih dari 45 cm (diukur pada ketinggian 1 m dari permukaan tanah).
e. Daun yang terbuka penuh lebih dari 8 helai,
f. Jumlah tandan lebih dari 4 buah,
g. Jumlah buah per tandan lebih dari 50 butir.
TEKNIK BUDIDAYA.
Untuk budidaya tanaman pinang agar mendapatkan tanaman yang baik harus melalui
beberapa tahap yaitu:
A. Persiapan Bibit.
Perbanyakan tanaman pinang dilakukan dari penyemaian biji. Kerugian pembibitan dengan biji adalah akan terjadi segregasi (penurunan kualitas keturunan) secara genetik pada tanaman yang bersifat heterosigous dan jangka waktu untuk berproduksinya akan sangat lama.
1). Jumlah bibit.
Kebutuhan biji untuk disemaikan sebaiknya dicadangkan sebanyak 50 % dari jumlah bibit yang diharuskan ditanam dalam setiap hektar areal tanam. Untuk jarak tanam 2,7 m X 2,7 m, akan diperoleh sebanyak 1.300 tanaman/Ha. Oleh karena itu disiapkan sebanyak 1.950 biji pinang untuk disemaikan.
2). Kriteria buah untuk bibit.
Beberapa kriteria tentang buah pinang yang baik untuk dijadikan bibit, yaitu ukuran, berat, dan umur buah. Khusus untuk ukuran buah, sangat tergantung pada varietas pinang. Ukuran buah pinang bervariasi dari ukuran kecil sampai besar.
Kriteria untuk ukuran buah besar adalah sebagai berikut:
a. Sebaiknya buah diambil yang mempunyai ukuran besar dan seragam, buah yang besar berpotensi menghasilkan buah yang besar.
b. Berat buah yang dijadikan bibit sekitar 60 buah/kg. Semakin sedikit jumlah per kilogramnya maka bijinyapun semakin baik dijadikan benih.
c. Umur Pohon yang baik untuk bibit.
Umur pohon lebih dari 10 tahun dan telah stabil berproduksi, yaitu sekitar 4-5 tahun. Buah untuk benih harus matang sempurna (warna oranye) dengan bobot di atas 35 g.
3). Perlakuan buah
Dalam pembibitan pinang ada yang tanpa perlakuan langsung menyemaikan buah dan ada yang diberi perlakuan terlebih dahulu sebelum disemai dengan merendam buah selama 24 jam. Air sangat mempengaruhi percepatan perkecambahan biji selain suhu, oksigen dan cahaya.
* Sebaiknya perendaman buah dalam air jangan terlalu lama
* Suhu yang tinggi akan memacu percepatan perkecambahan sejalan dengan naiknya suhu.
* Oksigen sangat diperlukan untuk respirasi. Dengan sistem drainase dan pengolahan pengaturan bedengan yang baik akan mempercepat perkecambahan karena aerasi berjalan dengan baik. Aerasi yang baik ini terjadi karena kebutuhan oksigen terjamin.
4). Persiapan lahan.
Sebelum dilakukan kegiatan perkecambahan biji, lahannya perlu disiapkan terlebih dahulu agar pertumbuhan optimal. Untuk kebutuhan bibit pada penanaman di lahan seluas 1 ha maka luas perkecambahan yang diperlukan sekitar 4-5 m² atau sekitar 400 biji/m². Langkah-langkah menyiapkan lahan sebagai berikut :
1. Pilih lokasi lahan yang cukup baik atau subur dan aman dari ganggguan orang, ternak, dan organisme pengganggu lainya.
2. Bersihkan lahan dari rumput terlebih dahulu dengan cara dicangkul.
3. Buat bedengan memanjang sesuai keadaan lahan dengan lebar 1 m. Caranya dengan menggali saluran drainase di antara dua bedengan dan tanah galiannya diuruk ke tengah sambil diratakan. Sebaiknya saluran drainase dirapikan.
Perbanyakan tanaman pinang dilakukan dari penyemaian biji. Kerugian pembibitan dengan biji adalah akan terjadi segregasi (penurunan kualitas keturunan) secara genetik pada tanaman yang bersifat heterosigous dan jangka waktu untuk berproduksinya akan sangat lama.
1). Jumlah bibit.
Kebutuhan biji untuk disemaikan sebaiknya dicadangkan sebanyak 50 % dari jumlah bibit yang diharuskan ditanam dalam setiap hektar areal tanam. Untuk jarak tanam 2,7 m X 2,7 m, akan diperoleh sebanyak 1.300 tanaman/Ha. Oleh karena itu disiapkan sebanyak 1.950 biji pinang untuk disemaikan.
2). Kriteria buah untuk bibit.
Beberapa kriteria tentang buah pinang yang baik untuk dijadikan bibit, yaitu ukuran, berat, dan umur buah. Khusus untuk ukuran buah, sangat tergantung pada varietas pinang. Ukuran buah pinang bervariasi dari ukuran kecil sampai besar.
Kriteria untuk ukuran buah besar adalah sebagai berikut:
a. Sebaiknya buah diambil yang mempunyai ukuran besar dan seragam, buah yang besar berpotensi menghasilkan buah yang besar.
b. Berat buah yang dijadikan bibit sekitar 60 buah/kg. Semakin sedikit jumlah per kilogramnya maka bijinyapun semakin baik dijadikan benih.
c. Umur Pohon yang baik untuk bibit.
Umur pohon lebih dari 10 tahun dan telah stabil berproduksi, yaitu sekitar 4-5 tahun. Buah untuk benih harus matang sempurna (warna oranye) dengan bobot di atas 35 g.
3). Perlakuan buah
Dalam pembibitan pinang ada yang tanpa perlakuan langsung menyemaikan buah dan ada yang diberi perlakuan terlebih dahulu sebelum disemai dengan merendam buah selama 24 jam. Air sangat mempengaruhi percepatan perkecambahan biji selain suhu, oksigen dan cahaya.
* Sebaiknya perendaman buah dalam air jangan terlalu lama
* Suhu yang tinggi akan memacu percepatan perkecambahan sejalan dengan naiknya suhu.
* Oksigen sangat diperlukan untuk respirasi. Dengan sistem drainase dan pengolahan pengaturan bedengan yang baik akan mempercepat perkecambahan karena aerasi berjalan dengan baik. Aerasi yang baik ini terjadi karena kebutuhan oksigen terjamin.
4). Persiapan lahan.
Sebelum dilakukan kegiatan perkecambahan biji, lahannya perlu disiapkan terlebih dahulu agar pertumbuhan optimal. Untuk kebutuhan bibit pada penanaman di lahan seluas 1 ha maka luas perkecambahan yang diperlukan sekitar 4-5 m² atau sekitar 400 biji/m². Langkah-langkah menyiapkan lahan sebagai berikut :
1. Pilih lokasi lahan yang cukup baik atau subur dan aman dari ganggguan orang, ternak, dan organisme pengganggu lainya.
2. Bersihkan lahan dari rumput terlebih dahulu dengan cara dicangkul.
3. Buat bedengan memanjang sesuai keadaan lahan dengan lebar 1 m. Caranya dengan menggali saluran drainase di antara dua bedengan dan tanah galiannya diuruk ke tengah sambil diratakan. Sebaiknya saluran drainase dirapikan.
5).Perkecambahan
Setelah lahan disiapkan, tahap selanjutnya adalah menyemai biji-biji yang sudah dipilih. Proses perkecambahan biji ini akan berlangsung sekitar 1,5-2 bulan. Saat itu akar atau tunas dari biji sudah bermunculan, tahapan perkecambahan biji adalah sebagai berikut:
1). Susun biji pinang terpilih pada bedengan dengan posisi horizontal. Penyusunan harus rapat agar daya tampung bedengan menjadi maksimal.
2). Tutup biji pinang tersebut dengan lapisan tanah subur setebal 0,5 cm.
3). Bedengan diberi naungan agar kelembaban terjaga dan terhindar dari sinar matahari langsung. Penyiraman dilakukan pada setiap pagi dan sore hari.
4). Bedengan diberi pagar agar terhindar dari gangguan hewan piaraan.
Setelah lahan disiapkan, tahap selanjutnya adalah menyemai biji-biji yang sudah dipilih. Proses perkecambahan biji ini akan berlangsung sekitar 1,5-2 bulan. Saat itu akar atau tunas dari biji sudah bermunculan, tahapan perkecambahan biji adalah sebagai berikut:
1). Susun biji pinang terpilih pada bedengan dengan posisi horizontal. Penyusunan harus rapat agar daya tampung bedengan menjadi maksimal.
2). Tutup biji pinang tersebut dengan lapisan tanah subur setebal 0,5 cm.
3). Bedengan diberi naungan agar kelembaban terjaga dan terhindar dari sinar matahari langsung. Penyiraman dilakukan pada setiap pagi dan sore hari.
4). Bedengan diberi pagar agar terhindar dari gangguan hewan piaraan.
B. Cara Pembibitan
Setelah biji berkecambah, kegiatan selanjutnya adalah pembibitan. Pembibitan ini dibagi dua tahap sebagai berikut :
1. Pembibitan tahap pertama.
Pada tahap pembibitan pertama ini kecambah biji dibibitkan pada lahan dengan lebar 1 m dan panjang disesuaikan dengan kondisi lapangan dan bedengan diberi dinding keliling dari papan setinggi polybag ( 15 Cm). Tujuan agar polybag dapat disusun tegak dan rapi.
Setelah lahan pembibitan siap, kegiatan selanjutnya adalah menyiapkan polybag untuk pembibitan. Polybag yang digunakan berukuran volume 1 kg atau setinggi 15 cm. Polybag harus memiliki lubang di bagian bawahnya agar drainasenya baik. Kemudian isi polybag dengan tanah hingga setinggi ¾ bagian, lalu dipadatkan.
Polybag diisi dengan kecambah biji pinang, pengambilan kecambah ini harus hati-hati agar tunas dan akarnya tidak rusak. Biji kecambah dibenamkan sedalam 4 Cm atau posisi rata dengan permukaan tanah, setiap polybag berisi satu kecambah, kecambah ini ditutupi dengan tanah secukupnya agar kelihatan rapi.
Agar terhindar dari sengatan matahari bedengan diberi naungan. Tinggi tiang naungan sekitar 2,5 m. Sebagai atap bisa dari daun kelapa, nipah dan alang-alang , naungan mulai dikurangi setelah bibit berumur 1,5 bulan. Pengurangan ini dilakukan hingga bibit akan dipindahkan pada pembibitan kedua atau sudah berumur 5 bulan.
Agar bibit dapat tumbuh baik perlu dipelihara seperti berikut :
1). Penyiraman dilakukan setiap pagi atau sore hari sebanyak 0,25 l/polybag.
2). Penyiangan gulma dilakukan bila di dalam dan disekitar polybag tumbuh gulma. Jika ada penyusutan tanah sebaiknya ke dalam polybag ditambahkan tanah baru.
3). Pemupukan di polybag diberi pupuk NPK dengan dosis 4 g/polybag. Bila menggunakan urea, dosis sekitar 2 g/l air, lalu disemprotkan ke daun, batang, dan tanah.
4). Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan fungisida.
5). Seleksi bibit yang baik adalah bibit yang berpangkal batang relatif besar mirip botol dan helai daun melengkung. Bibit yang lurus ke atas adalah bibit jantan yang tidak akan pernah berbuah.
Pembibitan tahap ke dua.
Untuk pembibitan tahap ke dua jarak antar polybag sekitar 30 cm x 30 cm. Keadaan lahannya harus datar agar polybag bibit tidak rebah.
Polybag yang disiapkan bervolume sekitar 6 kg media tanam. Ke dalam polybag diisi tanah subur 2/3 bagian. Selain tanah subur, ke dalam polybag pun dapat diisi dengan kompos plus. Dari 2/3 bagian polybag yang akan diisi dengan media tanam, 50 % adalah kompos plus(pada bagian bawah) dan 50 % sisanya diisi tanah biasa (pada bagian atas).
Setelah media tanamnya dimasukan didalam polybag besar, bibit dari polybag kecil pada pembibitan tahap pertama dapat dipindahkan. Caranya dengan menyobek polybag kecil, lalu bibit ditanam dalam polybag besar. Tanahnya harus relatif padat dan pangkal batang bibit tepat pada permukaan polybag.
Agar pertumbuhan tanaman dalam polybag lebih sempurna pertumbuhannya perlu dilakukan pemupukan NPK dengan dosis 20 g setiap polybag.
Pada areal pembibitan ke dua ini tidak perlu ada pelindung dari sinar matahari, karena sinar matahari sangat diperlukan bibit untuk pertumbuhannya.
Lokasi pembibitan sebaiknya diberi pagar keliling untuk menghindari gangguan dari hewan peliharaan, sebaiknya lokasi pembibitan dekat dengan sumber air.
Pemeliharaan tahap ke dua ini dilakukan selama tujuh bulan atau hingga bibit berumur satu tahun terhitung dari pembibitan tahap pertama. Dan bibit siap di tanam.
Untuk pembibitan tahap ke dua jarak antar polybag sekitar 30 cm x 30 cm. Keadaan lahannya harus datar agar polybag bibit tidak rebah.
Polybag yang disiapkan bervolume sekitar 6 kg media tanam. Ke dalam polybag diisi tanah subur 2/3 bagian. Selain tanah subur, ke dalam polybag pun dapat diisi dengan kompos plus. Dari 2/3 bagian polybag yang akan diisi dengan media tanam, 50 % adalah kompos plus(pada bagian bawah) dan 50 % sisanya diisi tanah biasa (pada bagian atas).
Setelah media tanamnya dimasukan didalam polybag besar, bibit dari polybag kecil pada pembibitan tahap pertama dapat dipindahkan. Caranya dengan menyobek polybag kecil, lalu bibit ditanam dalam polybag besar. Tanahnya harus relatif padat dan pangkal batang bibit tepat pada permukaan polybag.
Agar pertumbuhan tanaman dalam polybag lebih sempurna pertumbuhannya perlu dilakukan pemupukan NPK dengan dosis 20 g setiap polybag.
Pada areal pembibitan ke dua ini tidak perlu ada pelindung dari sinar matahari, karena sinar matahari sangat diperlukan bibit untuk pertumbuhannya.
Lokasi pembibitan sebaiknya diberi pagar keliling untuk menghindari gangguan dari hewan peliharaan, sebaiknya lokasi pembibitan dekat dengan sumber air.
Pemeliharaan tahap ke dua ini dilakukan selama tujuh bulan atau hingga bibit berumur satu tahun terhitung dari pembibitan tahap pertama. Dan bibit siap di tanam.
PERSIAPAN LAHAN PENANAMAN
Tahapan yang harus dilakukan setelah lokasi tanam di tentukan lahan perlu dilakukan pengolahan lahan dari pembukaan lahan sampai dengan pembuatan lobang tanam.
Tahapan yang harus dilakukan setelah lokasi tanam di tentukan lahan perlu dilakukan pengolahan lahan dari pembukaan lahan sampai dengan pembuatan lobang tanam.
1.
Pembukaan lahan
Lahan yang dapat ditanami tanaman pinang adalah lahan semak belukar, lahan tidur, dan pekarangan. Untuk semak belukar dan lahan tidur masih perlu beberapa perlakuan karena lahan tersebut masih didominasi oleh semak belukar dan pohon berkayu atau pohon lain yang dianggap tidak berguna dapt di tebang. Untuk membersihkan gulma sebaiknya dengan herbisida, terlebih kalau arealnya cukup luas. Herbisida yang dapat digunakan antara lain Pelithapon, Dalapon, Round-Up, Gramoxone S, Para-Col, Spak, Dual, Ronstar, Polaris, Basta, dan Dawpon.
2. Penentuan jarak tanam
Jarak tanam yang biasa di tanam dilapangan adalah 2,7 m X 2,7 m. Jarak tanam ini dianggap cukup efisian untuk pertumbuhan tanaman.
Diantara tanaman dalam barisan dapat ditanami dengan tanaman lain seperti tanaman palawijo sebagai tanaman tumpang sari.
Jarak tanam yang biasa di tanam dilapangan adalah 2,7 m X 2,7 m. Jarak tanam ini dianggap cukup efisian untuk pertumbuhan tanaman.
Diantara tanaman dalam barisan dapat ditanami dengan tanaman lain seperti tanaman palawijo sebagai tanaman tumpang sari.
3. Pemancangan Tiang Ajir
Pemancangan dilakukan setelah lahan penanaman bersih. Dengan pemancangan akan memudahkan penentuan letak lubang tanam dengan jarak teratur.
Pemancangan didasarkan pada kerapatan pohon per hektar,
jarak tanam, dan topografi daerah setempat. Pemancangan di areal rata dilakukan
sesuai jarak tanam. Sedangkan dilahan berbukit atau berkontur, pemancangan
dilakukan dengan arah barisan menurut kontur lahan dan jarak antar barisan menurut
proyeksi jarak antar barisan.
Alat yang digunakan untuk melakukan pemancangan adalah tali nylon (tali polythylene). Tali nylon disiapkan sepanjang 100 m. Pada tali tersebut diberi tanda (diikat diikat dengan benang) batas setiap panjang 3 m. Sebaiknya ada perbedaan mencolok antara warna tali nylon dengan benang. Fungsi tanda tersebut adalah memudahkan penancapan ajir di areal.
Ajir biasanya dibuat dari bambu dengan diameter minimal 2 cm. Tinggi anjir sekitar 1,5 m. Jumlah ajir yang disiapkan sesuai jumlah tanaman yang seharusnya disiapkan untuk luasan tertentu. Dengan jarak tanam 2,7 m x 2,7 m maka yang perlu disiapkan sekitar 1.300 ajir (untuk luasan 1 hektar). Agar ajir mudah ditancapkan ketanah bagian pangkalnya diruncingkan.
Setelah alat dan ajir disiapkan, pemancangan dapat segera dilakukan. Tancapan satu ajir di sudut tertentu dari lahan, misalnya sudut sebelah timur dan ikatkan tali nylon pada ajir tersebut. Tarik tali seluruhnya kearah sudut lainnya (barat). Beri ajir disudut barat dan ikat tali pada ajir tersebut. Tarikan tali ini nantinya akan merupakan barisan pertama. Tali harus ditarik lurus ke arah sudut lain. Penancapan ajir tersebut dapat disesuaikan dengan lahan terpanjang walaupun tanpa arah.
Setelah itu, tancapan ajir satu per satu sesuai tanda pada tali. Bila sudah selesai, tali dapat dipindahkan pada barisan di sebelahnya atau barisan kedua yang sebelumnya sudah diukur dengan jarak 2,7 m. Lakukan pemancangan ajir seperti pada barisan pertama, demikian seterusnya hingga seluruh lahan diberi ajir. Setiap selesai pemancangan ajir pada satu barisan.
Alat yang digunakan untuk melakukan pemancangan adalah tali nylon (tali polythylene). Tali nylon disiapkan sepanjang 100 m. Pada tali tersebut diberi tanda (diikat diikat dengan benang) batas setiap panjang 3 m. Sebaiknya ada perbedaan mencolok antara warna tali nylon dengan benang. Fungsi tanda tersebut adalah memudahkan penancapan ajir di areal.
Ajir biasanya dibuat dari bambu dengan diameter minimal 2 cm. Tinggi anjir sekitar 1,5 m. Jumlah ajir yang disiapkan sesuai jumlah tanaman yang seharusnya disiapkan untuk luasan tertentu. Dengan jarak tanam 2,7 m x 2,7 m maka yang perlu disiapkan sekitar 1.300 ajir (untuk luasan 1 hektar). Agar ajir mudah ditancapkan ketanah bagian pangkalnya diruncingkan.
Setelah alat dan ajir disiapkan, pemancangan dapat segera dilakukan. Tancapan satu ajir di sudut tertentu dari lahan, misalnya sudut sebelah timur dan ikatkan tali nylon pada ajir tersebut. Tarik tali seluruhnya kearah sudut lainnya (barat). Beri ajir disudut barat dan ikat tali pada ajir tersebut. Tarikan tali ini nantinya akan merupakan barisan pertama. Tali harus ditarik lurus ke arah sudut lain. Penancapan ajir tersebut dapat disesuaikan dengan lahan terpanjang walaupun tanpa arah.
Setelah itu, tancapan ajir satu per satu sesuai tanda pada tali. Bila sudah selesai, tali dapat dipindahkan pada barisan di sebelahnya atau barisan kedua yang sebelumnya sudah diukur dengan jarak 2,7 m. Lakukan pemancangan ajir seperti pada barisan pertama, demikian seterusnya hingga seluruh lahan diberi ajir. Setiap selesai pemancangan ajir pada satu barisan.
4. Strip clearing
Strip clearing merupakan kegiatan pembersihan kayu-kayu di sepanjang jalur antara setiap dua barisan ajir atau tiang pancang. Jalur ini nantinya akan dijadikan jalan. Lebar jalan cukup 1 M. Tunggul atau batang kayu yang masih ada dijalur tersebut sebaiknya dipotong atau dimusnahkan. Strip clearing berfungsi jika pada areal tersebut ditanami rumput penutup tanah (kacang-kacangan), tetapi tidak berguna jika pada sela-sela barisan tanaman pinang ditanami tanaman tumpang sari. Ini disebabkan rumput penutup tanah atau kacang-kacangan akan tumbuh menutupi tanah atau kacang-kacangan akan tumbuh menutupi tanah, bahkan dapat memanjat atau menggulung hingga ke tanaman pokok. Akibatnya seluruh areal pertanaman akan dapat tertutupi oleh tanaman pokok maka di areal tersebut perlu dibuat jalan, minimal lebarnya 60 cm. Kalau tidak ada jalan, tanaman penutup tanah ataupun kacang-kacangan akan terinjak-injak saat melakukan kegiatan perawatan.
Sebaliknya kalau yang ditanam adalah tanaman sela maka jalan tidak perlu dibuat. Ini disebabkan tanaman sela tidak akan menutupi tanah. Di antara tanaman sela tersebut kita masih bisa berjalan. Contoh tanaman sela yang dapat ditanam pada areal pertanaman pinang adalah jagung atau kacang tanah.
x x x x x x x xx x x x x x x x x x x x x x x x x
5 m -------------------------- B -----------------------------
x x x x x x x x xx x x x x x x x x x x x x x x x x
1 m A
Pengaturan jalur dalam kebun jalur A (lebar 1 M) sebagai jalan, jalur B ditanami kacang-kacangan. Jalur X sebagai barisan tanaman pinang.
5. Pembuatan lubang tanam.
Lubang tanam untuk pinang dibuat dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Lubang tanam harus sudah dibuat 1 bulan sebelum penanaman karena perlu dibiarkan terbuka kena sinar matahari selama 1 bulan. Setelah itu lubang dapat di isi tanah lapisan atas yang telah dicampur dengan kompos atau pupuk kandang sebanyak 1 kg. Selain itu, tanah lapisan atas tersebut pun dapat dicampur pupuk NPK sebanyak 50-75 g/lubang. Tanah tercampur pupuk tersebut dimasukan ke lubang hingga 1/3 bagian saja.
6. Penanaman tanaman penutup tanah.
Bila lahan luas dan tidak ditanami tanaman tumpang sari, sebaiknya tanah ditanami tanaman penutup tanah (cover crops). Penanaman dilakukan segera setelah lahan bersih, pemancangan ajir, atau penyemprotan herbisida. Penanaman tanaman penutup tanah sebaiknya saat musim penghujan.
Biasanya tanaman penutup tanah adalah dari jenis kacang-kacangan seperti Pueraria javanica, Centrocema pubercen, Calopogonium mucunoides, Psophocarpus palutris, dan Calopogonium caeruleum. Tanaman ini dapat ditanam dari biji atau dari stek.
Tanaman penutup tanah sangat berguna untuk menambah cadangan unsur hara, memperbaiki sifat-sifat tanah, mencegar terjadinya erosi, dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu atau gulma.
PENANAMAN
Ada dua teknik penanam pinang yang dapat dilakukan, yaitu penaman dengan sistem monokultur dan sistem tumpang sari.
1. Penanaman sistem monokultur.
Penanaman sistem monokultur artinya tanaman yang ditanam dalam satu areal hanya satu jenis tanaman menghasilkan. Penanaman sebaiknya pada musim penghujan. Bibit yang ditanam sebaiknya sudah merupakan hasil seleksi.
2. Penanaman sistem tumpang sari.
Dengan penanaman sistem tumpang sari dapat memberikan nilai tambah petani karena tanaman pinang baru berproduksi pada umur 5 tahun. Tanaman tumpang sari yang biasa ditanam adalah tanaman palawija (Jagung, kacang-kacangan). Dengan adanya tanaman tumpang sari petani sudah mendapat pendapatan sebelum tanaman pinang berproduksi.
PEMELIHARAAN TANAMAN
Untuk memperoleh hasil yang maksimal maka yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Penyisipan tanaman
Penyisipan dilakukan terhadap tanaman pinang yang mati atau tanaman tidak sehat sebaiknya tanaman dicadangkan 5 % dari jumlah total populasi per hektar.
2. Pemupukan tanaman
Pemupukan tanaman dilakukan dua kali dalam 1 tahun yaitu pada awal musim penghujan dan pada akhir musim penghujan. Dosis pupuk untuk tanaman yang berumur 4 tahun keatas (tanaman mulai berbunga) adalah: 100 g N; 40 g P2O5; dan 140 g K2O (setara dengan 220 g urea; 80 g TSP; dan 240 KCL) dan 12 kg kompos atau pupuk kandang per pohon per tahun. Untuk tanaman muda berumur 1 tahun (tanaman baru dipindahkan ke lapangan) sampai 3 tahun, dosis pupuk masing-masing 25 %, 50 % dan 75 % dari dosis tanaman mulai berbunga.
3. Penyiangan gulma.
Penyiangan dilakukan agar tanaman terbebas dari gangguan gulma. Diusahakan agar disekitar batang (daerah piringan) dengan diameter 0,5 sampai 2,0 m tidak ada rumput/gulma yang tumbuhnya melewati pohon pinang. Pengendalian gulma ini dilakukan setiap dua bulan.
a. Strip weeding
Strip weeding artinya membersihkan gulma di sepanjang barisan tanaman hingga bersih. Lebar yang dibersihkan cukup 1 m secara memanjang sesuai barisan tanaman. Alat yang digunakan cangkul, tajak, sabit, Selain itu gulma dapat diberantas dengan bahan kimia. Kegiatan ini dilakukan hingga lima kali setahun secara berulang-ulang. Pinang yang sudah berumur 1-4 tahun cukup dilakukan pembersihan dua kali setahun.
b. Strip spraying
Srtip spraying artinya membersihkan gulma sepanjang barisan tanaman dengan cara penyemprotan herbisida seperti : Paracol dengan konsentrasi 1,2-1,5 l/400 l air/ha dan Gramozone dengan konsentrasi 1,2-1,5 l/400 l air/ha. Kegiatan ini untuk tanaman yang sudah berumur setahun atau lebih. Untuk tanaman yang sudah berumur 2-3 tahun dapat dilakukan dua kali setahun. Lebar jalur Strip spraying cukup 1,5 m, yaitu masing-masing 73 cm dari kanan-kiri batang memanjang sesuai barisan tanaman.
c. Penyiangan bundaran pohon (ring weeding)
Penyiangan dilakukan di sekeliling pohon dengan radius 75-150 cm tergantung besarnya pohon.
4. Pengairan
Tanaman pinang sangat peka terhadap kekeringan, oleh sebab itu penting dilakukan pada daerah yang memiliki musim kering panjang. Tanaman perlu diairi sekali dalam 4-7 hari tergantung jenis tanah dan iklim.
Pengendalian Organisme Pengganggu.
Sebagai tanaman perkebunan lainnya, tanaman pinang tidak dapat terhindar dari berbagai serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Beberapa hama dan penyakit penting pada tanaman pinang mulai dari pembibitan sampai di gudang penyimpanan yang perlu diketahui.
PANEN DAN PASCA PANEN
A. Panen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Panen buah masak penuh.
Panen dapat dilakukan pada buah yang menjelang masak atau sudah masak. Tanda buah siap panen adalah warna kulit berwarna kuning atau kemerahan. Panen dapat dilakukan setiap bulan dengan menggilir beberapa kelompok tanaman. Pada skala usaha luas 1 ha, panen dapat diatur sekali sebulan dengan produksi rata-rata 400 kg biji pinang kering.
2. Panen buah muda.
pinang kacung 110Panen dilakukan saat buah masih berwarna hijau tua atau berumur antara 7-8 bulan (Gambar 4). Biasanya buah yang dipanen cara seperti ini, dalam proses pasca panen melalui perebusan sehingga buah akan mengeras dan tidak mudah terserang hama/penyakit.
B. Penanganan pasca panen
Sesudah di panen buah dibelah menjadi dua tujuannya adalah agar buah cepat kering, setelah buah terbelah semua segera dikeringkan dengan panas sinar matahari, setelah kering buah yang masih mempunyai kulit tadi di cungkil setelah itu buah di jemur kembali selama 50 jam. Penjemuran berlangsung selama 4 hari secara berturur-turut. Setelah kering biji pinang dapat dikemas dalam karung plastik untuk dijual atau disimpan dalam gudang.
2.3.2 JAGUNG
Tanaman jagung
merupakan bahan baku industri pakan dan pangan serta sebagai makanan pokok di
beberapa daerah di Indonesia. Dalam bentuk biji utuh, jagung dapat diolah
misalnya menjadi tepung jagung, beras jagung, dan makanan ringan (pop corn dan
jagung marning). Jagung dapat pula diproses menjadi minyak goreng, margarin,
dan formula makanan. Pati jagung dapat digunakan sebagai bahan baku industri
farmasi dan makanan seperti es krim, kue, dan minuman.
Karena cukup beragamnya kegunaan dan hasil olahan produksi tanaman jagung tersebut diatas, dan termasuk sebagai komoditi tanaman pangan yang penting, maka perlu ditingkatkan produksinya secara kuantitas, kualitas dan ramah lingkungan /berkelanjutan.
SYARAT PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal.
Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl.
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG
Karena cukup beragamnya kegunaan dan hasil olahan produksi tanaman jagung tersebut diatas, dan termasuk sebagai komoditi tanaman pangan yang penting, maka perlu ditingkatkan produksinya secara kuantitas, kualitas dan ramah lingkungan /berkelanjutan.
SYARAT PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal.
Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl.
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG
A. Syarat Benih Jagung
Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda). Daya tumbuh benih lebih dari 90%. Kebutuhan benih + 20-30 kg/ha. Sebelum benih ditanam, sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam).
B. Pengolahan Tanah
Lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dicangkul dan diolah dengan bajak. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Setiap 3 m dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm, kedalaman 20 cm.
Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek. Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah dikapur (dosis 300 kg/ha) dengan cara menyebar kapur merata/pada barisan tanaman, + 1 bulan sebelum tanam. Sebelum tanam sebaiknya lahan disebari GLIO yang sudah dicampur dengan pupuk kandang matang untuk mencegah penyakit layu pada tanaman jagung.
C. Pemupukan
Takaran per hektar pupuk kandang 2 ton, urea 300 kg, SP36 150 kg, KCl 75 kg. Pupuk urea diberikan 2 kali, masing-masing 1/2 bagian pada saat tanaman berumur 18 hari dan 35 hari. Sedangkan pupuk kandang, SP36 dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam.
D. Penanaman Jagung
Waktu tanam · Sebaiknya musim penghujan.
1. Penentuan Pola Tanaman Jagung
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan :
- Tumpang sari ( intercropping ),melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
- Tumpang gilir ( Multiple Cropping ),dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
- Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ),pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
- Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ), penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2. Lubang Tanam dan Cara Tanam Tanaman Jagung
Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya jarak tanam semakin lebar. Jagung berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur panen 80-100 hari, jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang).
- Penjarangan dan Penyulaman
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.
- Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Penyiangan jangan sampai mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
- Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang.
- Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung.
2.3.3
CABE
A. PENDAHULUAN
Cabai dapat ditanam di dataran tinggi maupun rendah, pH 5-6. Bertanam cabai dihadapkan dengan berbagai masalah (resiko), diantaranya, teknis budidaya, kekurangan unsur, serangan hama dan penyakit, dll.
PT. Natural Nusantara ( NASA ) berupaya membantu penyelesaian masalah tersebut, agar terjadi peningkatan produksi cabai secara kuantitas, kualitas dan kelestarian ( K-3 ), sehingga petani dapat berkompetisi di era pasar bebas.
B. FASE PRATANAM
1. Pengolahan Lahan
· Tebarkan pupuk kandang dosis 0,5 -1 ton/ 1000 m2
· Diluku kemudian digaru (biarkan + 1 minggu)
· Diberi Dolomit sebanyak 0,25 ton / 1000 m2
· Dibuat bedengan lebar 100 cm dan parit selebar 80 cm
· Siramkan SUPER NASA (1 bt) / NASA(1-2 bt)
- Super Nasa : 1 btl dilarutkan dalam 3 liter air (jadi larutan induk). Setiap 50 lt air tambahkan 200 cc larutan induk.
Atau 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 1 sendok makan peres SUPER NASA dan siramkan ke bedengan + 5-10 m.
- NASA : 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 2-4 tutup NASA dan siramkan ke bedengan sepanjang + 5 - 10 meter.
· Campurkan GLIO 100 - 200 gr ( 1 - 2 bungkus ) dengan 50 - 100 kg pupuk kandang, biarkan 1 minggu dan sebarkan ke bedengan.
· Bedengan ditutup mulsa plastik dan dilubangi, jarak tanam 60 cm x 70 cm pola zig zag ( biarkan + 1 - 2 minggu ).
2. Benih
· Kebutuhan per 1000 m2 1 - 1,25 sachet Natural CK -10 atau CK-11 dan Natural CS-20, CB-30
· Biji direndam dengan POC NASA dosis 0,5 - 1 tutup / liter air hangat kemudian diperam semalam.
C. FASE PERSEMAIAN ( 0-30 HARI)
1. Persiapan Persemaian
· Arah persemaian menghadap ke timur dengan naungan atap plastik atau rumbia.
· Media tumbuh dari campuran tanah dan pupuk kandang atau kompos yang telah disaring, perbandingan 3 : 1. Pupuk kandang sebelum dipakai dicampur dengan GLIO 100 gr dalam 25-50 kg pupuk kandang dan didiamkan selama + 1 minggu. Media dimasukkan polibag bibit ukuran 4 x 6 cm atau contong daun pisang.
2. Penyemaian
· Biji cabai diletakkan satu per satu tiap polibag, lalu ditutup selapis tanah + pupuk kandang matang yang telah disaring
· Semprot POC NASA dosis 1-2 ttp/tangki umur 10, 17 HSS
· Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari untuk menjaga kelembaban
D. FASE TANAM
1. Pemilihan Bibit
· Pilih bibit seragam, sehat, kuat dan tumbuh mulus
· Bibit memiliki 5-6 helai daun (umur 21 - 30 hari)
2. Cara Tanam
· Waktu tanam pagi atau sore hari , bila panas terik ditunda.
· Plastik polibag dilepas
· Setelah penanaman selesai, tanaman langsung disiram /disemprot POC NASA 3-4 tutup/ tangki.
3. Pengamatan Hama
· Ulat Tanah ( Agrotis ipsilon ), aktif malam hari untuk kopulasi, makan dan bertelur. Ulat makan tanaman muda dengan jalan memotong batang atau tangkai daun. Siang hari sembunyi dalam tanah disekitar tanaman terserang. Setiap ulat yang ditemukan dikumpulkan lalu dibunuh, serangan berat semprot dengan PESTONA atau VIREXI
· Ulat Grayak ( Spodoptera litura & S. exigua ),
Ciri ulat yang baru menetas / masih kecil berwarna hijau dengan bintik hitam di kedua sisi dari perut/badan ulat, terdapat bercak segitiga pada bagian punggungnya (seperti bulan sabit). Gejala serangan, larva memakan permukaan bawah daun dan daging buah dengan kerusakan berupa bintil-bintil atau lubang-lubang besar. Serangan parah, daun cabai gundul sehingga tinggal ranting-rantingnya saja. Telur dikumpulkan lalu dimusnahkan, menyiangi rumput di sekitar tanaman yang digunakan untuk persembunyian. Semprot dengan VITURA, VIREXI atau PESTONA.
· Bekicot/siput. Memakan tanaman, terutama menyerang malam hari. Dicari di sekitar pertanaman ( kadang di bawah mulsa) dan buang ke luar areal.
E. FASE PENGELOLAAN TANAMAN (7-70 HST)
1. Penyiraman dapat dilakukan dengan pengocoran tiap tanaman atau penggenangan (dilep) jika dirasa kering.
2. Pemupukan lewat pengocoran dilakukan seminggu sekali tiap lubang. Pupuk kocoran merupakan perbandingan campuran pupuk makro Urea : SP 36 : KCl : NASA = (250 : 250 : 250) gr dalam 50 liter ( 1 tong kecil) larutan. Diberikan umur 1 - 4 minggu dosis 250 cc/lubang, sedang umur 5-12 minggu dengan perbandingan pupuk makro Urea : TSP : KCl : NASA = (500 : 250 : 250) gr dalam 50 liter air, dengan dosis 500 cc/lubang.
Kebutuhan total pupuk makro 1000 m2 :
Cabai dapat ditanam di dataran tinggi maupun rendah, pH 5-6. Bertanam cabai dihadapkan dengan berbagai masalah (resiko), diantaranya, teknis budidaya, kekurangan unsur, serangan hama dan penyakit, dll.
PT. Natural Nusantara ( NASA ) berupaya membantu penyelesaian masalah tersebut, agar terjadi peningkatan produksi cabai secara kuantitas, kualitas dan kelestarian ( K-3 ), sehingga petani dapat berkompetisi di era pasar bebas.
B. FASE PRATANAM
1. Pengolahan Lahan
· Tebarkan pupuk kandang dosis 0,5 -1 ton/ 1000 m2
· Diluku kemudian digaru (biarkan + 1 minggu)
· Diberi Dolomit sebanyak 0,25 ton / 1000 m2
· Dibuat bedengan lebar 100 cm dan parit selebar 80 cm
· Siramkan SUPER NASA (1 bt) / NASA(1-2 bt)
- Super Nasa : 1 btl dilarutkan dalam 3 liter air (jadi larutan induk). Setiap 50 lt air tambahkan 200 cc larutan induk.
Atau 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 1 sendok makan peres SUPER NASA dan siramkan ke bedengan + 5-10 m.
- NASA : 1 gembor ( + 10 liter ) diberi 2-4 tutup NASA dan siramkan ke bedengan sepanjang + 5 - 10 meter.
· Campurkan GLIO 100 - 200 gr ( 1 - 2 bungkus ) dengan 50 - 100 kg pupuk kandang, biarkan 1 minggu dan sebarkan ke bedengan.
· Bedengan ditutup mulsa plastik dan dilubangi, jarak tanam 60 cm x 70 cm pola zig zag ( biarkan + 1 - 2 minggu ).
2. Benih
· Kebutuhan per 1000 m2 1 - 1,25 sachet Natural CK -10 atau CK-11 dan Natural CS-20, CB-30
· Biji direndam dengan POC NASA dosis 0,5 - 1 tutup / liter air hangat kemudian diperam semalam.
C. FASE PERSEMAIAN ( 0-30 HARI)
1. Persiapan Persemaian
· Arah persemaian menghadap ke timur dengan naungan atap plastik atau rumbia.
· Media tumbuh dari campuran tanah dan pupuk kandang atau kompos yang telah disaring, perbandingan 3 : 1. Pupuk kandang sebelum dipakai dicampur dengan GLIO 100 gr dalam 25-50 kg pupuk kandang dan didiamkan selama + 1 minggu. Media dimasukkan polibag bibit ukuran 4 x 6 cm atau contong daun pisang.
2. Penyemaian
· Biji cabai diletakkan satu per satu tiap polibag, lalu ditutup selapis tanah + pupuk kandang matang yang telah disaring
· Semprot POC NASA dosis 1-2 ttp/tangki umur 10, 17 HSS
· Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi atau sore hari untuk menjaga kelembaban
D. FASE TANAM
1. Pemilihan Bibit
· Pilih bibit seragam, sehat, kuat dan tumbuh mulus
· Bibit memiliki 5-6 helai daun (umur 21 - 30 hari)
2. Cara Tanam
· Waktu tanam pagi atau sore hari , bila panas terik ditunda.
· Plastik polibag dilepas
· Setelah penanaman selesai, tanaman langsung disiram /disemprot POC NASA 3-4 tutup/ tangki.
3. Pengamatan Hama
· Ulat Tanah ( Agrotis ipsilon ), aktif malam hari untuk kopulasi, makan dan bertelur. Ulat makan tanaman muda dengan jalan memotong batang atau tangkai daun. Siang hari sembunyi dalam tanah disekitar tanaman terserang. Setiap ulat yang ditemukan dikumpulkan lalu dibunuh, serangan berat semprot dengan PESTONA atau VIREXI
· Ulat Grayak ( Spodoptera litura & S. exigua ),
Ciri ulat yang baru menetas / masih kecil berwarna hijau dengan bintik hitam di kedua sisi dari perut/badan ulat, terdapat bercak segitiga pada bagian punggungnya (seperti bulan sabit). Gejala serangan, larva memakan permukaan bawah daun dan daging buah dengan kerusakan berupa bintil-bintil atau lubang-lubang besar. Serangan parah, daun cabai gundul sehingga tinggal ranting-rantingnya saja. Telur dikumpulkan lalu dimusnahkan, menyiangi rumput di sekitar tanaman yang digunakan untuk persembunyian. Semprot dengan VITURA, VIREXI atau PESTONA.
· Bekicot/siput. Memakan tanaman, terutama menyerang malam hari. Dicari di sekitar pertanaman ( kadang di bawah mulsa) dan buang ke luar areal.
E. FASE PENGELOLAAN TANAMAN (7-70 HST)
1. Penyiraman dapat dilakukan dengan pengocoran tiap tanaman atau penggenangan (dilep) jika dirasa kering.
2. Pemupukan lewat pengocoran dilakukan seminggu sekali tiap lubang. Pupuk kocoran merupakan perbandingan campuran pupuk makro Urea : SP 36 : KCl : NASA = (250 : 250 : 250) gr dalam 50 liter ( 1 tong kecil) larutan. Diberikan umur 1 - 4 minggu dosis 250 cc/lubang, sedang umur 5-12 minggu dengan perbandingan pupuk makro Urea : TSP : KCl : NASA = (500 : 250 : 250) gr dalam 50 liter air, dengan dosis 500 cc/lubang.
Kebutuhan total pupuk makro 1000 m2 :
Jenis Pupuk
|
1 - 4 minggu (kg)
|
5 - 12 minggu
(kg) |
Urea
|
7
|
56
|
SP-36
|
7
|
28
|
KCl
|
7
|
28
|
Catatan :
- Umur 1 - 4 mg 4 kali aplikasi (± 7 tong/ aplikasi)
- Umur 5-12 mg 8 kali aplikasi (± 14 tong/aplikasi)
3. Penyemprotan POC NASA ke tanaman dengan dosis 3-5 tutup / tangki pada umur 10, 20, kemudian pada umur 30, 40 dan 50 HST POC NASA + Hormonik dosis 1-2 tutup/tangki.
4. Perempelan, sisakan 2-3 cabang utama / produksi mulai umur 15 - 30 hr.
5. Pengamatan Hama dan Penyakit
· Spodoptera litura/ Ulat grayak Lihat depan.
· Kutu - kutuan ( Aphis, Thrips, Tungau ), lihat fase persemaian.
· Penyakit Layu, disebabkan beberapa jamur antara lain Fusarium, Phytium dan Rhizoctonia. Gejala serangan tanaman layu secara tiba-tiba, mengering dan gugur daun. Tanaman layu dimusnahkan dan untuk mengurangi penyebaran, sebarkan GLIO
· Penyakit Bercak Daun, Cercospora capsici. Jamur ini menyerang pada musim hujan diawali pada daun tua bagian bawah. Gejala serangan berupa bercak dalam berbagai ukuran dengan bagian tengah berwarna abu-abu atau putih, kadang bagian tengah ini sobek atau berlubang. Daun menguning sebelum waktunya dan gugur, tinggal buah dan ranting saja. Akibatnya buah menjadi rusak karena terbakar sinar matahari. Pengamatan pada daun tua.
· Lalat Buah (Dacus dorsalis), Gejala serangan buah yang telah berisi belatung akan menjadi keropos karena isinya dimakan, buah sering gugur muda atau berubah bentuknya. Lubang buah memungkinkan bakteri pembusuk mudah masuk sehingga buah busuk basah. Sebagai vektor Antraknose. Pengamatan ditujukan pada buah cabai busuk, kumpulkan dan musnahkan. Lalat buah dipantau dengan perangkap berbahan aktif Metil Eugenol 40 buah / ha
· Penyakit Busuk Buah Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides), gejala serangan mula-mula bercak atau totol-totol pada buah yang membusuk melebar dan berkembang menjadi warna orange, abu-abu atau hitam. Bagian tengah bercak terlihat garis-garis melingkar penuh titik spora berwarna hitam. Serangan berat menyebabkan seluruh bagian buah mengering. Pengamatan dilakukan pada buah merah dan hijau tua. Buah terserang dikumpulkan dan dimusnahkan pada waktu panen dipisahkan. Serangan berat sebari dengan GLIO di bawah tanaman.
F. FASE PANEN DAN PASCA PANEN
1. Pemanenan
· Panen pertama sekitar umur 60-75 hari
· Panen kedua dan seterusnya 2-3 hari dengan jumlah panen bisa mencapai 30-40 kali atau lebih tergantung ketinggian tempat dan cara budidayanya
· Setelah pemetikan ke-3 disemprot dengan POC NASA + Hormonik dan dipupuk dengan perbandingan seperti diatas, dosis 500 cc/ph
2. Cara panen :
· Buah dipanen tidak terlalu tua (kemasakan 80-90%)
· Pemanenan yang baik pagi hari setelah embun kering
· Penyortiran dilakukan sejak di lahan
· Simpan ditempat yang teduh
3. Pengamatan Hama & Penyakit
· Kumpulkan dan musnahkan buah yang busuk / rusak
2.4 KOMPOS
Kompos merupakan hasil perombakan
bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki
nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N
sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan
organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak
dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan
terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung.
Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif
dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat
berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional.
Pengomposan pada dasarnya merupakan
upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi
bahan organik. Yang dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik
lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami,
sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ ternak dan sebagainya. Cara
pembuatan kompos bermacam-macam tergantung: keadaan tempat pembuatan, buaday
orang, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang
tersedia dan selera si pembuat.
Yang perlu diperhatikan dalam proses
pengomposan ialah:
- Kelembaban timbunan bahan kompos. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.
- Aerasi timbunan. Aerasi berhubungan erat dengan kelengasan. Apabila terlalu anaerob mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas masuk ke dalam timbunan bahan yang dikomposkan umumnya menyebabkan hilangnya nitrogen relatif banyak karena menguap berupa NH3.
- Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 60 0C). Selama pengomposan selalu timbul panas sehingga bahan organik yang dikomposkan temparaturnya naik; bahkan sering temperatur mencampai 60 0C. Pada temperatur tersebut mikrobia mati atau sedikit sekali yang hidup. Untuk menurunkan temperatur umumnya dilakukan pembalikan timbunan bakal kompos.
- Suasana. Proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam-asam organik, sehingga menyebabkan pH turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak netralisasi kemasaman.
- Netralisasi kemasaman sering dilakukan dengan menambah bahan pengapuran misalnya kapur, dolomit atau abu. Pemberian abu tidak hanya menetralisasi tetapi juga menambah hara Ca, K dan Mg dalam kompos yang dibuat.
- Kadang-kadang untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas kompos, timbunan diberi pupuk yang mengandung hara terutama P. Perkembangan mikrobia yang cepat memerlukan hara lain termasuk P. Sebetulnya P disediakan untuk mikrobia sehingga perkembangannya dan kegiatannya menjadi lebih cepat. Pemberian hara ini juga meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan karena kadar P dalam kompos lebih tinggi dari biasa, karena residu P sukar tercuci dan tidak menguap.
2.4.1
Kompos Serbuk Gergaji
Prinsip dasar dari pengomposan
adalah mencampur bahan organik kering yang kaya karbohidrat dengan bahan
organik basah yang banyak mengandung N.
Pencampuran kotoran ternak dan karbon kering, misalnya serbuk gergaji, rumput sisa ransum, atau jerami menghasilkan kompos yang berguna untuk meningkatkan struktur tanah.
Pencampuran kotoran ternak dan karbon kering, misalnya serbuk gergaji, rumput sisa ransum, atau jerami menghasilkan kompos yang berguna untuk meningkatkan struktur tanah.
1. Kotoran Sapi
Kotoran sapi umumnya banyak
mengandung air dan nitrogen (N). Karena itu, kotoran sapi perlu dicampur dengan
bahan lain yang mengandung tinggi karbon kering. Kompos yang dihasilkan
berkualitas baik.
2. Serbuk Gergaji
Serbuk gergaji memiliki kandungan
air kering sampai sedang. Sebagai bahan baku kompos serbuk gergaji bernilai
sedang hingga baik walau tidak seluruh komponen bahan dirombak dengan sempurna.
Serbuk gergaji ada yang berasal dari kayu lunak dan ada pula kayu keras.
Kekerasan jenis kayu menentukan lamanya proses pengomposan karena kandungan
lignin didalamnya. Kualitas serbuk gergaji tergantung pada macam kayu, asal
daerah penanaman, dan umur kayu. Makin halus ukuran partikel serbuk gergaji
makin baik daya serap air dan bau yang dimilikinya.
Teknik pengomposan yang diuraikan
dalam hal ini berkaitan dengan peralatan yang digunakan dan alur kerja,
penimbunan bahan baku, dan bagaimana cara mencampur bahan baku dengan baik agar
proses pengomposan memberi hasil memuaskan.
- Alat-alat Pengomposan
Alat yang digunakan dalam proses
pengomposan skala kecil adalah cangkul, sekop, kotak atau ruang pengomposan,
kantung plastik, dan alat perekat kantung plastik. Berdasarkan pengalaman,
pembuat kompos yang baik dapat mengetahui kira-kira berapa temperatur kompos
saat itu dengan memegang dan meremas bahan kompos. Berdasarkan hal tersebut,
seandainya itu pun ada, termometer dapat digunakan hanya pada pertama kali
pengomposan. Naungan dan tempat yang tidak dilalui aliran air patut mendapat
perhatian dari pembuat kompos. Kantung plastik dan alat perekatnya digunakan
pembuat kompos jika ingin menjual kompos hasil produksinya dalam bentuk bukan
curah.
- Alur Kerja Pengomposan
Mulai dari penanganan bahan baku
sampai dengan penyimpanan kompos sebelum dijual mempunyai alur kerja pada bahan
baku, proses campuran, dan hasil kompos. Alur kerja secara rinci diuraikan
menjadi penyimpanan, penghalusan, dan pencampuran bahan baku; penumpukan
campuran, pengukuran temperatur dan
kelembaban, penghentian proses; dan pematangan, pengayakan, pengeringan, pengepakan, serta penyimpanan hasil kompos.
kelembaban, penghentian proses; dan pematangan, pengayakan, pengeringan, pengepakan, serta penyimpanan hasil kompos.
Mula-mula bahan baku yang belum
digunakan disimpan di tempat aman agar tidak menimbulkan peluang terjadinya
kebakaran. Yang dimaksudkan dengan penghalusan bahan baku adalah pengurangan
ukuran bentuk, misalnya pencacahan rumput. Pencampuran dan penumpukan bahan
baku dapat menjadi satu atau bagian yang terpisah. Kotoran sapi perah dicampur
dengan serbuk gergaji dengan perbandingan volume 1:1 atau 1:2. Pengukuran
volume dapat memakai ember air atau alat tampung lainnya. Bahan baku diaduk
atau langsung ditumpuk berlapis-lapis di tempat pengomposan. Tempat pengomposan
mungkin menggunakan kotak, ember, atau permukaan lahan.
Tumpukan jangan dipadatkan. Keesokan
harinya tumpukan dibalik-balik. Pengukuran temperatur dan kelembaban dilakukan
sebelum pembalikan, terutama temperatur, jika alat tersedia. Pembalikan
dikerjakan tiap hari selama minggu pertama dan setelah itu dapat dilaksanakan
seminggu sekali. Campuran diremas untuk mengetahui kelembaban. Kelembaban
rendah campuran ditandai dengan tidak adanya bagian bahan baku kompos yang
melekat di telapak tangan. Jadi, kedalam tumpukan harus ditambahkan air
secukupnya. Penghentian proses dihentikan setelah temperatur stabil dan
selanjutnya diikuti oleh proses pematangan. Kompos dibiarkan di udara terbuka
selama seminggu. Setelah itu kompos diayak untuk memisahkan bagian kasar dan
halus. Bagian kasar diikutsertakan lagi dalam pengomposan berikutnya.
Pengomposan selanjutnya mungkin menggunakan campuran hasil kompos sebanyak 10%
dari total bahan baku untuk mempercepat proses pengomposan. Kompos hasil yang
akan dijual dikeringkan, dipak, dan disimpan.
2.4.2
Kompos Eceng Gondok
Eceng gondok (Eichhornia crassipes
(Mart.) Solms.) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang dapat
berkembangbiak dengan sangat cepat (terutama yang tumbuh di perairan yang
mengandung nutrien tinggi, yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium).
Eceng gondok lebih pesat
pertambahannya disepanjang musim hujan dan akan berkurang pada musim kemarau.
Pada musim kemarau kandungan garam perairan akan menjadi lebih tinggi.
Kandungan garam yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman eceng gondok.
Eceng gondok dapat menimbulkan
dampak yang negatif pada perairan, yaitu antara lain: menurunnya jumlah cahaya
yang masuk kedalam perairan sehingga dapat menurunkan tingkat kelarutan oksigen
dalam air, mempercepat terjadinya proses pendangkalan disebabkan tumbuhan eceng
gondok yang mati akan tenggelam ke dasar perairan, mengganggu lalulintas
transportasi air dan menurunkan nilai esteika lingkungan perairan. Meskipun
demikian, sebenarnya eceng gondok juga memiliki dampak positif karena tumbuhan
ini dapat berperan menangkap polutan logam berat. Eceng gondok mampu menyerap
logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), nikel (Ni),dan Chrom (Cr). Selain itu,
tumbuhan ini juga dapat menyerap residu pestisida.
Di balik dampak negatifnya yang
merusak wilayah perairan, eceng gondok telah lama dimanfaatkan sebagai bahan
dasar barang-barang kerajinan bernilai ekonomi tinggi. Ketersediannya yang
melimpah, membuat para pengrajin tak perlu menanamnya, hanya tinggal mengambil
di perairan.
Saat ini tersedia beberapa bentuk
kerajinan tangan yang dibuat dari bahan baku tanaman enceng gondok. Produk
kerajinan yang telah ada dibuat, yaitu: tas tangan, dompet, keranjang dan aneka
produk lainnya. Pembuatannya dengan menggunakan tangkai enceng gondok yang
dikeringkan dan kemudian dianyam membentuk produk yang diinginkan.
Biasanya bagian tanaman eceng gondok
yang diambil untuk produk kerajinan tersebut adalah bagian tangkai daunnya
saja. Sebagaimana jenis tumbuhan air lainnya tumbuhan ini tidak memiliki
batang, jadi hanya terdiri dari daun, tangkai daun, bonggol akar dan akar itu
sendiri. Dengan demikian setelah diambil bagian tangkainya, tentu saja akan
menghasilkan limbah berupa bagian sisa tanaman yang tidak diolah lebih lanjut.
Limbah tanaman enceng gondok ini biasanya dibuang kembali ke perairan. Bagian
bonggol yang biasanya masih memiliki tunas anakan akan membantu
perkembangbiakan tanaman lebih lanjut dan menjadi semakin tidak terkendali.
Selain itu aktivitas membuang limbah eceng gondok ke perairan dan membiarkannya
membusuk di perairan akan mempercepat proses pendangkalan perairan menjadi
lebih cepat.
Salah satu alternatif pemecahan
permasalahan tersebut di atas adalah dengan memanfaatkan limbah tanaman enceng
gondok tersebut sebagai bahan baku pembuatan kompos. Proses pengomposan yang
dilakukan dilakukan di daratan dengan diolah secara lebih khusus. Jadi bagian
sisa tanaman setelah diambil tangkai daunnya jangan dibuang lagi ke perairan,
melainkan dikumpulkan untuk dijadikan bahan baku kompos.
Lokasi pembuatan kompos dipilih pada
lahan yang posisinya lebih tinggi dari sekitarnya sehingga pada saat hujan
turun terhindar dari genangan air. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan eceng
gondok adalah sebagai berikut:
- 1 ton eceng gondok dan limbahnya yang telah dipotong-potong atau dicincang dengan ukuran 5 - 7 cm dan telah dilayukan/dijemur selama 2 - 3 hari.
- 300 - 500 kg pupuk kandang.
- 2,5 kg Probion.
- 2,5 kg urea dan 2,5 kg TSP (SP-36)
Cara pembuatan kompos:
- Buat tumpukan eceng gondok yang telah dipotong-potong dan dilayukan, ukuran tumpukan panjang 1 m, lebar 1,5 m dan tinggi 20 cm.
- Di atas tumpukan taburkan 60 - 100 kg pupuk kandang.
- Di atas tumpukan taburkan 0,5 kg urea, setelah itu taburkan 0,5 kg TSP (SP-36).
- Selanjutnya taburkan lagi 0,5 kg Probion.
- Buat lagi tumpukan di atas tumpukan yang pertama, eceng gondok yang telah dipotong-potong dan dilayukan.
- Selanjutnya ulangi lagi proses 2, 3, dan 4, demikianlah seterusnya hingga tinggi tumpukan mencapai 1 meter.
- Di atas lapisan terakhir yaitu tutup dengan eceng gondok yang lain atau jerami hingga lapisan atas tidak tampak.
- Kegiatan selanjutnya adalah membuat naungan tumpukan, agar terhindar dari sinar matahari langsung atau curah hujan. Naungan boleh berbentuk saung atau ditutupi rapi dengan lembaran plastik.
- Setiap periode 4 - 5 hari tumpukan diaduk merata, eceng gondok yang lebih segar dikubur ditengah tumpukan, kemudian tumpukan dirapikan dan ditutup kembali.
- Setelah 3 minggu kompos telah jadi dan beberapa hari kemudian telah siap digunakan untuk pemupukan tanaman.
Kompos dapat dikatakan telah jadi
dengan baik, apabila warna kompos mulai hitam atau benar-benar hitam, kadar air
rendah (dapat diketahui dengan apabila kompos digenggam dan dibuka, maka kompos
tidak menggumpal), tidak berbau, dan sudah tidak panas lagi.
2.4.3
Kompos Serasah
Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari kegiatan
mengkomposkan sisa potongan rumput, seresah, dan daun ini
1. Mengurangi Volume Sampah yang dibuang di TPA
Karena
sampah dikomposkan di tempat di mana kompos tersebut diambil, maka dengan
sendirinya volume sampah yang diangkut ke TPA akan berkurang. Saya sendiri
belum pernah punya kesempatan untuk menghitung berapa volume sampah organik
yang disapu oleh petugas DKP setiap pagi. Tapi yang jelas jumlahnya cukup besar.
2. Menghemat Sumber Daya
Berkurangnya
volume sampah yang diangkut ke TPA juga mengakibatkan implikasi lain. Misalnya:
berkurangnya armada angkutan yang dibutuhkan, berkurangnya tenaga kerja yang
dibutuhkan, menghemat bahan bakar. Semua ini akan menghemat biaya yang
diperlukan untuk pengelolaan sampah. Namun saya belum punya kesempatan untuk
menghitungnya. (Saya berharap suatu saat nanti punya kesempatan untuk
menghitungnya.)
3. Peningkatan Nilai Tambah Sampah
Sampah
indentik dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau.
Memang stigma ini tidak sepenuhnya salah. Namun, dengan membuat sampah organik
menjadi kompos akan memberikan nilai tambah bagi sampah. Kompos memiliki nilai
dan tidak berbau. Cobalah anda datang ke penjual bunga yang banyak ditemui di
pinggir-pingir jalan protokol dan tanya berapa harga sekantong kompos. Itulah
nilai kompos. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah siapa yang mau membeli
kompos dari sampah tersebut?
4. Menyuburkan Tanah dan Tanaman
Untuk
point ini tidak ada yang meragukan manfaat tanah bagi tanah maupun tanaman.
Lihat tulisan saya di link ini .
5. Manfaat untuk Lingkungan
Banyak
orang yang menuding bahwa salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah
karena penanganan sampah yang kurang baik. Mengolah sampah menjadi kompos
diharapkan akan membantu menyelamatkan lingkungan.
Prosedur Pengolahan Sampah Menjadi Kompos
Prosedur
pengolahan sampah organik ini mengambil cara yang dilakukan di kantor kami,
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Kepala Balai, Dr. Darmono
Taniwiryono membuat kebijakan bahwa semua sampah organik tidak boleh dibakar,
tidak boleh dibuang sembarangan, dan harus dibuat kompos. Cara pembuatannya
sangat sederhana. Peralatan yang dibutuhkan pun juga sederhana dan murah.
Peralatan:
- Kantong Pengomposan
Kantong plastik bisa menggunakan kantong mulsa hitam yang
banyak dijual di pasaran. Atau bisa juga dibuat dari terpal plastik. Kantong
ini berfungsi sebagai tempat pengomposan. Di kantong ini dibuat beberapa
lubang, beberapa lubang di bagian bawah sebagai tempat pengeluaran air dan
beberapa lubang di samping untuk aerasi.
Kantong plastik untuk tempat pengomposan.
Kantong plastik untuk tempat pengomposan.
- Tali/Tambang
Tambang uuntuk mengikat kantong plastik.
- Ember
Ember untuk mengencerkan PROMI.
- Parang, Cangkul, dan peralatan pendukung lainnya
Peralatan ini digunakan untuk memperlancar pembuatan kompos
ini.
Peralatan
ini dengan asumsi bahwa sampah sudah tersedia, jadi tidak memasukkan mesin
potong rumput, sabit, kerangjang sampah, truk, dll.
Bahan:
- Sampah Organik
Sudah jelas. Kalau belum ada sampahnya ya… cari dulu.
- PROMI
Aktivator untuk mempercepat proses pengomposan. Bisa saja
anda tidak menggunakan aktivator tetapi waktu yang dibutuhkan jauh lebih lama,
bisa beberapa bulan.
- Air
Air berguna untuk mengencerkan PROMI dan membasahi sampah
organik.
Tempat Pengomposan
Tempat
pengomposan sebaiknya diletakkan di lokasi yang teduh dan cukuup lembab.
Tahapan Pengomposan
- Pengumpulan Sampah Organik
Sampah organik dikumpulkan. Jika sampah organik kering, perlu
diberi air agar basah dan lembab. Pada dasarnya sampah tidak perlu dicacah,
tetapi sampah yang ukurannya besar perlu dipotong-potong terlebih
dahulu,misalnya: batang pisang, tangkai yang panjang, dahan, ranting, dll.
Ukuran sampah harus cukup kecil sehingga cukup masuk ke kantong.
- Pemasukan Sampah ke dalam Kantong
Secara bertahap sampah
dimasukkan ke dalam kantong. Masukkan kurang lebih 10 cm dari dasar kantong.
Kemudian siramkan secara merata larutan PROMI. Masukkan kembali selapis sampah
dan siramkan kembali larutan PROMI. Ulangi langkah-langkah ini hingga kantong
penuh.
Memasukkan dedaunan ke dalam kantong.
Memasukkan dedaunan ke dalam kantong.
- Inkubasi
Tutup rapat kantong dengan tali plastik. Kemudian dibiarkan
kurang lebih 3 – 6 minggu hingga kompos matang.
- Panen Kompos
Panen dilakukan setelah kompos matang. Kompos bisa saja
langsung digunakan untuk memupuk tanaman-tamanan di taman atau dijual. Jika
kompos akan dijual perlu diolah terlebih dahulu, seperti dijemur, dicacah, dan
diayak.
2.4.4 Kompos Sampah Pasar
Mengelola
sampah pasar ini berbeda dengan pengolahan sampah pasar yang sudah saya
tuliskan sebelumnya (Sampah
Pasar Buderan Sragen). Metode pengolahan sampah pasar ini lebih sederhana
dan dalam beberapa hal lebih baik daripada yang sebelumnya.
Sampah
pasar memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan sampah dari perumahan.
Komposisi sampah pasar lebih dominan sampah organik. Sampah-sampah plastik
jumlahnya lebih sedikit daripada sampah dari perumahan. Apalagi jika sampahnya
berasal dari pasar sayur atau pasar buah-buahnya. Limbahnya lebih banyak sampah
organiknya. Topik yang saya tulisakan di sini rasanya lebih cocok untuk
sampah-sampah dari pasar, lebih khusus lagi sampah-sampah dari pasar sayur dan
buah. Sampah pasar diolah menjadi kompos dan pupuk organik granul.
Mengomposkan Sampah Pasar
Mengolah
sampah pasar menjadi kompos dan pupuk organik merupakan salah satu alternatif
pengolahan sampah yang mudah, murah, dan cepat. Metode pengomposan yang
digunakan adalah windrow system. Kompos dibuat dalam jalur-jalur dan ditutup
dengan plastik.
Lahan Pengomposan
Di
setiap pasar idealnya disediakan lahan-lahan untuk mengolah sampah pasar. Luas
areal yang dibutuhkan disesuaikan dengan produksi sampah di pasar itu. Pasar-pasar
tradisional yang berukuran kecil cukup membutuhkan lahan sekitar 0,5 – 1 ha.
Tempat pengomposan bisa diletakkan di bagain belakang pasar yang agak
tersembunyi dan jauh dari pemukiman warga.
Keuntungan
melakukan pengolahan sampah di lokasi pasar adalah:
- mengurangi volume sampah yang dibawa ke TPA
- menghemat ongkos transportasi
- mengurangi bau dan polusi sampah
- membuka lapangan kerja di lokasi pasar
- meningkatkan nilai tambah sampah menjadi pupukorganik.
Peralatan dan Bahan yang Dibutuhkan
Metode
pengolahan sampah ini sangat sederhana, sehingga tidak memerlukan banyak
peralatan. Alat-alat yang diperlukan antara lain:
- plastik mulsa untuk menutup tumpukan kompos
- sekop garpu untuk memilah-milah sampah
- keranjang sampah
- ember
- karung
- tali plastik
- gerobak sampah
- sekop
- dan alat-alat bantu lainnya
Untuk
mempercepat proses pengomposkan gunakan aktivator pengomposan.
Tahapan Pengomposan
Tahapan
pengomposan adalah sebagai berikut:
- mengangkut sampah ke lokasi pengomposan
- sortasi sampah
- penyusunan di dalam jalur-jalur sampah
- menambahkan aktivator pengomposan
- inkubasi
- pengeringan
2.4.5
Ciri- Ciri Kompos yang Telah Matang
Untuk
mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji dilaboratorium
untuk atau pun pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan cara
sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :
1. Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.
3. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya
penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya
penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
4. Tes kantong plastik
Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan disimpan di dalam suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah berarti kompos telah matang.
Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan disimpan di dalam suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah berarti kompos telah matang.
5. Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3– 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3– 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.
6. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif.
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif.
7. Kandungan air kompos
Kompos yang sudah matang memiliki kandungan kurang lebih 55-65%.
Kompos yang sudah matang memiliki kandungan kurang lebih 55-65%.
2.5 PESTISIDA NABATI
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang
berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji atau akar) berfungsi sebagai penolak,
penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. dapat untuk
mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pestisida nabati bersifat
mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan
relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang.
Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat
tergantung dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang
sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang
berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung
pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan tersebut
JENIS TUMBUHAN PESTISIDA NABATI
1. Bawang Putih
Bawang putih selama ini lebih dikenal sebagai tanaman untuk
obat berbagai macam penyakit. Umbi bawang putih berkhasiat sebagai obat tekanan
darah tinggi, meredakan rasa pusing di kepala, menurunkan kolesterol,dan obat
maag. Selain itu, bawang putih merupakan salah satu jenis tanaman yang
berpotensi sebagai pestisida nabati untuk pengendalian hama dan penyakit pada
tanaman sayuran. Kandungan kimia bawang putih terdiri dari : Tanin < 1%
minyak atsiri, dialilsulfida, aliin, alisin, enzim alinase, vitamin A, B, C.
Bawang putih dapat
berfungsi sebagai baktersida (bagian umbi), insektiisida
(daun dan umbi) dan fungisida (daun dan umbi).
Cara Pembuatan :
1 kg bawang putih di kupas kulitnya, selanjutnya ditumbuk
atau diblender sampai halus.
Setelah itu ditambahkan 5 liter air, 100 cc Em4, dan 100 g
gula pasir.
Larutan tersebut dimasukkan dalam botol atau plastik.
Fermentasikan/diperam selama 7 hari.
Setelah 7 hari, hasil fermentasi selanjutnya disaring dan
siap digunakan.
Penggunaannya untuk setiap satu bagian campuran dilarutkan
kedalam 20 bagian air. Bahan ini efektif untuk beberapa jenis serangga
pengganggu. Untuk kutu putih pada daun atau batang, jika kutu melekat erat pada
tanaman, dapat digunakan campuran sedikit minyak kelapa. Semprotkan campuran
tersebut pada tanaman yang terserang hama.
2.
Biji Jarak Biji Jarak mengandung “Reisin dan Alkaloit” efektif untuk
mengendalikan ulat dan hama penghisap (dalam bentuk larutan ), Juga efektif
untuk mengendalikan nematoda/cacing (dalam bentuk serbuk).
Cara Pembuatan:
Tumbuk halus 1 kg biji jarak yang sudah dikupas kulit
kerasnya, setelah itu ditambahkan 5 liter air, 100 cc Em4, dan 100 g gula
pasir. Larutan tersebut dimasukkan dalam botol atau plastik. Diendapkan selama
1 minggu.
Cara lain tumbuk halus 1 kg biji jarak yang sudah dikupas
kulit kerasnya,dan panaskan selama 10
menit dalam air 2 liter, tambahkan 2 sendok makan minyak
tanah dan 50 gr deterjen lalu diaduk.
Saring larutan hasil perendaman atau endapan, tambahkan air
kembali 10 liter.
Siap dipergunakan dengan cara di semprot kan ke tanaman.
3. Lengkuas,
Kunyit, Jahe Dan Kencur
Beberapa
penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur dapat dikendalikan dengan lengkuas,
kunyit, jahe dan kencur.
Cara Pembuatan :
1 kg lengkuas, 1 kg kunyit, 1 kg jahe, 1 kg kencur dan 1
butir gambir ditumbuk halus.
Lalu direndam dengan 5 liter air kelapa, tambahkan 1 liter
EM4 dan 50 gr guila pasir selama 1 minggu, kemudian saring.
Penggunaannya dapat disemprotkan ke tanaman pada pagi / sore
hari dengan konsentrasi 50 cc/tangkai. Bisa ditambah perekat.
4. Umbi Gadung
Umbi gadung
mengandung diosgenin, steroid saponin, alkohol dan fenol. Efektif untuk
mengendalikan ulat dan hama penghisap.
Cara Pembuatan :
Tumbuk halus 500 gr umbi gadung dan peras dengan batuan
katong kain halus.
Tambahkan 10 liter air , aduk rata dan siap di semprotkan ke
tanaman.
5. Daun Mimba
Bagian
tanaman yang memiliki kandungan racun paling tinggi adalah biji buahnya. Mimba
berbuah pada umur 4-5 tahun dan dapat menghasilkan sekitar 30-50 kg buah setiap
pohonnya. Kandungan racun azadirachtin pada biji mimba adalah 2 – 9 mg/g. Untuk
aplikasi per ha diperlukan sekitar 30 gr azadirachtin. Jadi kalau dikonversi ke
biji mimba kurang lebih adalah 3 – 15 kg biji mimba. Banyak juga ya.., jadi
satu pohon hanya cukup untuk 2 – 10 ha saja.
Biji
mimba tidak tersedia sepanjang tahun. Namun, untungnya daun mimba juga
mengandung azadirachtin meskipun jumlahnya lebih sedikit. Daun mimba tersedia
sepanjang tahun dalam jumlah yang melimpah. Pohon mimba dapat menghasilkan
kurang lebih 360 kg daun segar setiap tahun atau 7 kali buahnya. Daun mimba
mengandung azadirachtin A dan azadirachtin B. Selain itu daun mimba juga
mengandung salanin dan meliantriol yang berfungsi sebagai repelen, dan zat
nimbim/nimbodin yang mempunyai efek anti virus (Pracaya, 2010).
Zat-zat
racun yang ada di dalam tanaman mimba bermanfaat untuk insektisida, repelen,
akarisida, penghambat pertumbuhan,,neumatisida, fungisida, anti virus. Racun
tersebut sebagai racun perut dan sistemik.
Cara Pembuatan :
a. Biji Mimba
Tumbuk halus 200 -300 gr biji mimba
rendam dalam 10 liter air semalam
Aduk rata dan saring, siap disemprotkan ketanaman.
b. Daun Mimba
Tumbuk halus 1 kg daun mimba kering bisa juga dengan daun
segar.
Rendam dalam 10 liter air semalam, aduk rata, saring dan siap
untuk disemprotkan ke tanaman
BAB III
BAHAN DAN METODE
PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Agroklimatologi
di laksanakan setiap hari Rabu, di mulai pada tanggal 28 September 2011 – 28
Desember 2011 di Laboraturium Mekanisasi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Riau. Praktikum di mulai pukul 08.00 WIB – 09.40 WIB .
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Budidaya Cabe
Pada praktek
budidaya cabe alat yang di gunakan adalah :
·
Nampan
·
Cangkul
·
Penggaris
Pada praktek
budidaya cabe juga di gunakan bahan- bahan , seperti :
·
Tanah
·
Pasir
·
Pupuk Kandang, dan
·
Bibit cabe
3.2.2 Pengamatan Iklim dan Cuaca
Dalam praktek pengamatan
iklim dan cuaca di gunakan beberapa alat , seperti :
·
Termometer
·
Soil
thermometer
·
Psikometer
(bola kering dan bola basah).
·
Ombrometer.
·
Panci
Evaporasi
·
Soil
pH and moisture tester
3.2.3
Budidaya Komoditi Pinang
Dalam pembibitan
pinang , digunakan alat, seperti :
·
Pisau
·
Karung
goni
·
Gelas
air mineral
Dan bahan yang
di gunakan adalah :
·
Benih
pinang/ buah yang telah matang atau kering
·
Garam
3.2.4
Pembuatan Kompos
Alat dan bahan dalam
pembuatan kompos, yaitu :
Alat :
·
Cangul
·
Terpal plastic
·
Soil thermometer
·
Ember
Bahan :
·
Pupuk kandang
·
Serbuk gergaji
·
Serasah
·
Abu
·
Molases
·
Efetif Mikroorganisme (EM4)
·
Eceng gondok
·
Sampah pasar
·
Dedak ayam
·
Air cucian beras
3.2.5
Pembuatan Pestisida Nabati
Didalam
pembuatan pestisiada ini adalah membuat ekstrak Bawang putih, maka alat dan
bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Alat :
·
Blender
·
Saringan
Bahan
:
·
50 siung bawang putih
·
Air 100 ml
3.3 Prosedur
Kerja
3.3.1
Pengamatan Stasiun Alat
Pengamatan suhu :
-
Dilakukan pada paga hari, siang dan sore hari.
-
Minggu pertama kelompok 1 yang mengamati, minggu
kedua kelompok 2, dan seterusnya.
-
Sebelum dilakukan pengamatan, sangkar cuaca harus
dibuka selama 10 menit.
-
Tinggi permukaan air raksa merupakan derajat
temperature pada saat pengamatan.
Sedangkan untuk termoneter
tanah, cara kerjanya adalah sebagai berikut :
-
Tancapkan selubung logam yang berisi termometerketanah
sedalam 10 cm.
-
Biarkan alat tersebut selama 10 menit.
-
Cabut selubung logam dari tanah dan amati derajat suhu pada thermometer.
-
Rumus perhitungan suhu harian sama dengan
thermometer biasa.
Pengamatan Kelembaban :
-
Psikrometer diletakkan dalam sangkar cuaca agar
terlindung dari sinar matahari, hujan dan tiupan angin kencang.
-
Psikrometer diamati 3 kali sehari, yaitu pagi
(07.00), siang (13.00) dan sore (17.00).
-
Pertama, buka sangkar cuaca dan biarkan selama 10
menit.
-
Amati temperature pada bola kering dan bola basah.
-
Hitung selisih antara termometerbola kering dan bola
basah.
-
Kelembaban udara diketahui dengan menyesuaikan hasil
pengamatan dengan table kelembaban khusus thermometer sangkar.
-
Rumus perhitungannya sama dengan perhitungan suhu.
Pengamatan Curah hujan :
-
Pengamatan curah hujan hanya dilakuan 1 kali sehari,
yaitu pada pagi hari (07.00)
-
Data curah hujan didapat dengan menakar curah air
hujan yang ada pada tabung penampang ombrometer dengan menggunakan gelas ukur
khusus.
-
Apabila air yang tertampung < 0,5 mm pada gelas
ukur tersebut maka dianggap tidak ada hujan.
-
Curah hujan yang didapat pada hasil pengamatan
merupakan data curah huan untuk satu hari sebelum pengamatan.
Pengamatan Penguapan
(Evaporasi) :
-
Pengukuran penguapan diamati sekali sehari, yaitu
pada pahi hari (07.00).
-
Pertama, amati tinggi permukaan air pada panci
evaporasi.
-
Setelah diamati netralkan tingginpermukaan air pada
panci evaporasi.
-
Besar evaporasi adalah :
E (mm) = P0 + CH - Pa
Keterangan
:
E
(mm) = Evaporasi
Pa = Tinggi permukaan air
P0 = Tinggi permukaan air awal (sehari
sebelumnya).
CH = Curah Hujan
Evaporasi
yang didapat saat pengamatan merupakan data evaporasi hari sebelumnya.
3.3.2
Pembuatan dan Pengamatan Kompos
·
Larutan
50 ml EM-4 + 900 ml air + 50 ml larutan air gula (molasses)
·
Bahan
kompos yang ada di cincang berukuran 2-3 cm
·
Tambahkan
pupuk kandang 10%, campur bahan yang sudah di cincang dengan pupuk kandang
·
Setelah
tercampur maka siram dengan larutan molasses tadi. Pencampuran dilakukan dengan
merata hingga kandungan air 30- 40%
·
Bahan
yang telah di campur tersebut di letakkan di tempat yang kering
·
Apabila
suhunya tinggi maka bahan tersebut di balik, diamkan sebentar agar suhunya
turun, lalu di tutup kembali. Demikian seterusnya.
·
Kompos
di simpan dalam keadaan kondisi yang teduh dan tidak terkena sinar matahari
langsung
·
Setelah
bahan menjadi kompos, tempat penyimpanan dapat di buka. Kompos tersebut
dicirikan dengan warna hitam, gembur, tidak panas, dan tidak berbau.
·
Ukur
suhu kompos dari awal pengamatan sampai menjadi kompos siap pakai
3.3.3
Pembibitan Pinang
·
Sebagian
bibit pinang di potong ujungnya , kemudian di rendam dalam larutan air garam
·
Siapkan
gelas air mineral yang sudah diisi tanah , kemuadian letakkan potongan bibit
pinang tadi
·
Setelah
itu letak di tempat yang mendapatkan sinar matahari yang cukup , jangan
matahari langsung. Siram dan amati pertumbuhannya
·
Sebagian
bibit lagi di masukkan ke dalam karung goni yang tidak di berikan perlakuan
yang khusus
3.3.3
Budidaya Komoditi Cabe
Dalam budidaya
cabe di gunakan di gunakan benih varietas Laris, cap panda merah.
Dengan berat 10
gr, berat buah 5-7 gr, exp pada desember 2012, dan umur panen 100- 120 hari.
·
Perkelompok
mendapatkan bagian 128 benih cabe
·
Kemudian
benih di rendam terlebih dahulu . ini di gunakan agar kita dapat mengetahui
kualitas benih yang bagus ( benih yang di ambil hanya benih yang tenggelam saja
)
·
Rendam
selama 10- 15 menit
·
Kemudian
buat media penyemaian nya , sediakan nampan , kemudian isi dengan pasir, tanah,
dan pupuk kandang , dengan perbandingan 1:1:1
·
Setelah
itu , tabur benih yang telah di sortir tadi ,
·
Siram
, dan amati pertumbuhannya
3.3.4
Pembuatan Pestisida Nabati
Dalam praktikum budidaya
yang di gunakan sebagai pestisida nabati adalah , bawang putih .
·
ambil
sekitar 50 siung bawang putih
·
kemudian
blender , ambil ekstraknya
·
larutkan
dalam sekitar 100 ml air
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dalam pelaksanaan praktikum yang di adakan mulai dari
September – Desember 2011 di dapatkan hasil- hasil sebagai berikut
4.1.1 Pengamatan
Iklim
Table Pengamatan ilklim minggu pertama 10 okt- 16 okt (
kelompok 1 )
Hari
|
Waktu pengamatan
|
Suhu
|
Kelembaban
|
Curah hujan
|
Evaporasi
|
|||||
tanah
|
ruangan
|
BB
|
BK
|
RH
|
tanah
|
Ruangan
|
||||
Senin
10/10
|
Pagi
|
23
|
21,8
|
17
|
23
|
6
|
28
|
60
|
0,5
|
1,5
|
Siang
|
32
|
30
|
22
|
24
|
2
|
15
|
45
|
0,9
|
2,0
|
|
Sore
|
25
|
33,5
|
24
|
26
|
2
|
26
|
35
|
1,5
|
1,8
|
|
Selasa
11/10
|
Pagi
|
35
|
25
|
24
|
25
|
1
|
5
|
95
|
-
|
1,9
|
Siang
|
37
|
29
|
27
|
29
|
2
|
9
|
19
|
0,4
|
1,0
|
|
Sore
|
25
|
23
|
22
|
24
|
2
|
27
|
30
|
1,2
|
1,3
|
|
Rabu
12/10
|
Pagi
|
30
|
26,2
|
24
|
25
|
1
|
5
|
86-95
|
8,5
|
2,0
|
Siang
|
32
|
29,3
|
28
|
29
|
1
|
15
|
20
|
-
|
2,5
|
|
Sore
|
31
|
28,2
|
23
|
25
|
2
|
5,5
|
62
|
10,5
|
2,0
|
|
Kamis
13/10
|
Pagi
|
30
|
28,1
|
24
|
26
|
2
|
20
|
74,4
|
20,5
|
2,3
|
Siang
|
33
|
30,3
|
22
|
27
|
5
|
10
|
51
|
-
|
1,8
|
|
Sore
|
29
|
27,9
|
23
|
25
|
2
|
8
|
65
|
10,5
|
1,7
|
|
Jumat
14/10
|
Pagi
|
31
|
29
|
24
|
26
|
2
|
6
|
50
|
11,6
|
1,9
|
Siang
|
33
|
30,2
|
25
|
27
|
2
|
9
|
43
|
15,7
|
2,5
|
|
Sore
|
30
|
28,7
|
23
|
25
|
2
|
5
|
55
|
18,9
|
2,3
|
|
Sabtu
15/10
|
Pagi
|
32
|
30
|
26
|
29
|
3
|
7
|
35
|
20,1
|
2,4
|
Siang
|
33
|
31,2
|
25
|
27
|
2
|
7
|
29
|
13,2
|
2,6
|
|
Sore
|
31
|
29,5
|
24
|
25
|
1
|
6
|
60
|
14,5
|
2,1
|
|
Minggu
16/10
|
Pagi
|
31
|
28,5
|
24
|
28
|
4
|
6
|
75
|
15,6
|
2,5
|
Siang
|
33
|
30,4
|
27
|
29
|
2
|
5
|
45
|
-
|
2,2
|
|
Sore
|
30
|
27,8
|
23
|
25
|
2
|
8
|
80
|
19,1
|
2,7
|
Table Pengamatan
iklim minggu kedua 17 okt -23 okt ( kelompok 2 )
Hari
|
Waktu pengamatan
|
Suhu
|
Kelembaban
|
Curah hujan
|
Evaporasi
|
|||||
tanah
|
ruangan
|
BB
|
BK
|
RH
|
tanah
|
Ruangan
|
||||
Senin
10/10
|
Pagi
|
27
|
25
|
18
|
16
|
2
|
25
|
40
|
5,1
|
1,0
|
Siang
|
30
|
22
|
23
|
19
|
4
|
19
|
46
|
0,5
|
0,5
|
|
Sore
|
33
|
27
|
20
|
17
|
3
|
21
|
50
|
-
|
2,7
|
|
Selasa
11/10
|
Pagi
|
25
|
21
|
25
|
20
|
5
|
22
|
52
|
8,1
|
0,3
|
Siang
|
28
|
19
|
28
|
23
|
5
|
25
|
35
|
0,7
|
2,8
|
|
Sore
|
31
|
28
|
27
|
21
|
6
|
18
|
43
|
-
|
2,7
|
|
Rabu
12/10
|
Pagi
|
28
|
22
|
22
|
17
|
5
|
15
|
53
|
3,5
|
1,7
|
Siang
|
30
|
25
|
24
|
19
|
5
|
20
|
56
|
-
|
2,6
|
|
Sore
|
32
|
25
|
29
|
24
|
5
|
23
|
41
|
4,5
|
2,9
|
|
Kamis
13/10
|
Pagi
|
29
|
20
|
21
|
17
|
6
|
17
|
63
|
3,1
|
1,8
|
Siang
|
27
|
23
|
24
|
19
|
5
|
25
|
59
|
2,5
|
1,5
|
|
Sore
|
26
|
21
|
22
|
17
|
5
|
21
|
62
|
8,9
|
2,1
|
|
Jumat
14/10
|
Pagi
|
27
|
24
|
28
|
23
|
5
|
26
|
60
|
3,2
|
2,1
|
Siang
|
29
|
24
|
29
|
24
|
5
|
19
|
58
|
-
|
2,6
|
|
Sore
|
28
|
22
|
26
|
21
|
5
|
27
|
46
|
5,4
|
2,8
|
|
Sabtu
15/10
|
Pagi
|
30
|
27
|
27
|
22
|
5
|
23
|
32
|
-
|
2,7
|
Siang
|
28
|
20,5
|
25
|
23
|
2
|
25
|
72
|
3,1
|
2,6
|
|
Sore
|
29
|
27
|
24
|
18
|
3
|
21
|
46
|
-
|
2,5
|
|
Minggu
16/10
|
Pagi
|
27
|
24
|
23
|
17
|
6
|
27
|
58
|
-
|
1,8
|
Siang
|
26
|
25
|
25
|
21
|
4
|
19
|
57
|
4,1
|
1,5
|
|
Sore
|
30
|
26
|
26
|
21
|
3
|
23
|
54
|
3,9
|
2,3
|
4.1.2 Pengamatan Kompos
Table hasil
pengamatan kompos praktikum Agroklimatologi AGT-B
No.
|
Hari/
Tanggal
|
Pengamatan
|
|||
Tekstur
|
Suhu
0 C
|
Aroma
|
Warna
|
||
1
|
20
okt 2011
|
Gembur
|
43
|
Tengik
|
Merah
bata
|
2
|
27
okt 2011
|
Gembur
|
43
|
Tengik
|
Merah
bata
|
3
|
3
nov 2011
|
Gembur
|
45
|
Tidak
bau
|
Cokelat
|
4
|
10
nov 2011
|
Gembur
|
45
|
Tidak
bau
|
Cokelat
tua
|
5
|
17
nov 2011
|
Gembur
|
43
|
Tidak
bau
|
Cokelat
tua
|
6
|
24
nov 2011
|
Gembur
|
40
|
Tidak
bau
|
Cokelat
tua
|
4.1.3
Pengamatan Pestisida Nabati
Hasil pengamatan yang di lakukan dengan menggunakan
pestisida nabati bawang putih, tudak ada tanaman yang di makan hama , maupun
yang terserang hama.
4.2
PEMBAHASAN
4.2.1
Iklim
Pada praktikum pengamatan cuaca dilakukan beberapa
pengukuran, yakni:
1. Pengukuran suhu
Suhu merupakan tingkat kemampuan benda dalam memberikan atau menerima panas .Suhu ini juga sering diartikan sebagai energi kinetic rata-rata suatu benda.Cuaca sangat tergantung pada pemanasan dan pendinginanatmosfir bumi. Suhu yang kami ukur tersebut ada 2 macam, yaitu suhu kering dan suhu basah. Adapun alat yang digunakan dalam mengukur suhu tersebut adalah dengan menggunakan thermometer type six.
2. Kelembaban
Air selalu terdapat dalam atmosfer, berupa uap (gas), butir-butir air. Kelembaban atau kelegasan udara dapat diartikan sebagai keadaan fisikatmosfer dalam hubungannya dengan uap air. Kelembaban udara ini dan suhu udara merupakan unsure cuaca yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Banyak sedikitnnya uap air di atmosfer tergantung dari kemampuan udara atmosfer untuk menampung air. Udara yang panas akan lebih banyak menampung uap air disbanding dengan udara dingin.
3. Pengukuran Curah Hujan
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah selama periode tertentu yang diukur dalam satu tinggi diatas permukaan horizontal apabila tidak terjadi penghilangan oleh proses penguapan, pengaliran dan peresapan. Adapun alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran curah hujan adalah ombrometer.
Pengukuran curah hujan dilakukan pada waktu sore hari jam 15.00 WIB.
Hasil praktikum ternyata curah hujan selama dilakukan penanaman itu curah hujannya sangat rendah, sehingga kurang mendukung pertumbuhan tanaman caisim tersebut. Hal ini menyebabkan rendahnya juga kelembaban udara dan tanah menjadi kering. Dan menyebabkan sebagian tanaman menjadi mati.
4. Pengukuran Penguapan
Penguapan merupakan proses perubahan fase dari air atau es ke uap air.Adapun proses tersebut berlangsung pada berbagai permukaan air, tanah, tanaman lalu terlepas ke atmosfer sebagai uap.
Evaporasi merupakan peristiwa perubahan wujud air atau cair atau padat menjadi gas dan kemudian bergerak dari perubahan tanah atau air permukaan tanah atau air menuju atmosfer. Alat yang digunakan dalam pengukuran evaporasi adalah panic kelas A.
Karena hasil praktikum menyatakan bahwa evaporasi saat dilakukan penanaman adalah sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan data curah hujan yang sangat rendah sehingga menyebabkan tingginya penguapan (evaporasi), kelembaban udara menjadi rendah dan ini menyebabkan pertumbuhan tanaman cabe tidak terjadi secara optimal. Karena terlihat bahwa pertumbuhan cabe sangat kecil dan banyak yang mati.
4.2.2
Kompos
Dari hasil pengamatan yang di dapat , pelaksanaan
pembuatan kompos pada kelas Agroklimatologi kelas AGT-B kompos dengan menggunakan
pupuk kandang kotoran ayam BERHASIL
. kompos yang di buat oleh AGT- B memiliki cirri- cirri :
1. Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.
3. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya
penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya
penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
4. Tes kantong plastik
Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan disimpan di dalam suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah berarti kompos telah matang.
Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan disimpan di dalam suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah berarti kompos telah matang.
5. Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3– 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3– 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.
6. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan.
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan.
7. Kandungan air kompos
Kompos yang sudah matang memiliki kandungan kurang lebih 55-65%.
Kompos yang sudah matang memiliki kandungan kurang lebih 55-65%.
4.2.3
Budidaya Tanaman
Dari hasil yang di dapat praktikum budidaya tanaman
Cabe pada kelas AGT-B GAGAL . Persemaian
cabe yang di laksanakan hanya menghasilkan beberapa buah bibit cabe saja. Benih
yang di tanam tadinya berjumlah 128 , dan yang berhasil menjadi bibit hanya
sekitar 15. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor (human error) :
·
Tidak rutin melaksanakan penyiraman.
Dari survey yang dilakukan praktikan rata- rata hanya menyiram tanaman cabe
pada saat awal melaksanakan persemaian saja.
·
Persemaian cabe di letakkan pada tempat
yang teduh , tempat ini hanya sedikit sekali mendapatkan cahaya matahari ,
sehingga persemaian cabe tidak optimal pertumbuhannya.
BAB V
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Iklim merupakan
komponen ekosistem dan factor produksi yang sangat dinamik dan sulit di kendalikan
dan di duga terutama suhu , oleh karena itu pendekatan yang paling baik dalam
rangka membangun pertanian adalah menyesuaikan keadaan tani dengan iklim.
Faktor suhu memepunyai peranan yang sangat penting perencanaan dan system produksi pertanian karena seluruh unsure iklim berpengaruh terhadap berbagai proses fotosintesis pertumbuhan dan produktifitas tanaman. Iklim merupakan factor pembatas produksi di dalam prtanian. Dan kita sulit untuk mengendalikan iklim secara makro.
Faktor suhu memepunyai peranan yang sangat penting perencanaan dan system produksi pertanian karena seluruh unsure iklim berpengaruh terhadap berbagai proses fotosintesis pertumbuhan dan produktifitas tanaman. Iklim merupakan factor pembatas produksi di dalam prtanian. Dan kita sulit untuk mengendalikan iklim secara makro.
5.2
SARAN
Dalam melaksanakan praktikum diharapkan praktikan
dapat melaksanakan kegiatan praktikum dengan baik dan memperhatikan arahan dari
coordinator. Sebaiknya alat- alat yang di gunakan dalam praktikum diperhatikan
keadaannya. Sebagaimana kita ketahui alat—alat praktikum yang ada di gunakan
sudah sangat lama , sehingga dalam pelaksanaannya kurang optimal. Seperti
contoh dalam pengukuran evaporasi , penggaris yang di gunakan ukuran cm nya
sudah tidak kelihatan lagi , sehingga hasil pengukuran kurang akurat data
hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bernartinus
T, danWahyu Wiryanta.2002.Bertanam Cabai pada Musim Hujan. PT Agromedia pustaka. Jakarta
Cahyono,
Bambang. 2003. Teknik Budidaya dan Analisi Usaha Tani. Kalisius. Yogyakarta
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar.
Pustaka jaya. Bogor.
Lakitan,
benyamin.2002. Dasar-dasar Klimatologi. PT.Raja grafindo persada.
Jakarta
Las,
Irianto, dan Surmaini. 2000. Pengantar Agroklimat dan Beberapa Pendekatannya.
Balitbang Pertanian. Jakarta.
Prajnanta,
Final.1995.Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Bekasi
Purwono
M.S,dan Rudi Hartono S.P. 2005. Bertanam Jagung Ungggul.Penebar swadaya.
Depok
Redaksi
Agromedia.2008.Panduan Lengkap Budidya dan Bisnis Cabai. PT agromedia
pustaka .Jakarta
Rukmana,
Rahmat.1994.Usaha Tani Cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisus. Yogyakarta
Setiawan.2003.Cuaca
dan Iklim.PT Pabelan. Bandung
Siswandi,
M.P.2006.Budidaya Tanaman Sayuran.PT.Citra Aji Parama. Yogyakarta
Sunaryono H. 2000. Budidaya cabe merah. Sinar Baru
Algensindo. Bandung.
Susila,
A. D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayur. Departemen Agronomi dan
Hotikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Tjasjono,Bayong.1995.
Klimatologi Umum.Bandung
Winarso,
P.A. 1998. Peramalan Cuaca & Iklim serta Pemanfaatannya untuk Pertanian.
Makalah Pelatihan Analisa dan
Pemantauan Faktor Iklim untuk Pertanian, Departemen. Pertanian. Jakarta.
Sepertinya mas ini dari jurusan agronomi ya? Kayaknya dari kampus UMM ya mas?
BalasHapusJika iya kbtulasan saya jga dari sana. Laporan agroklimatologinya cukup bagus